Quantcast
Channel: annisast.com | Parenting Blogger Indonesia
Viewing all articles
Browse latest Browse all 727

Tentang Mempertanyakan Segalanya

$
0
0

Diawali dengan keresahan *duile resah sis?* melihat ibu-ibu lain mengurus anaknya. Mau judge mereka sebagai "ignorant" juga nggak mungkin. Karena selalu ada kalimat "ibu tau yang terbaik untuk anaknya" sebagai perlindungan dan pembenaran untuk "BEBAS DONG, ANAK JUGA ANAK GUE".

Ya kan. Tenang aja. Saya juga gitu kok. Berlindung di balik kalimat itu. Forever.



ENIWEEIIII. Meski punya kalimat pembenaran, harusnya tetep dong belajar cara terbaik untuk jadi ibu. Kalau nggak belajar, mungkin baru jadi ibu yang baik, belum jadi yang terbaik. :p

Nah, zaman sekarang ini kan belajar itu gampang yah. Lebih gampang lah dibanding 27 tahun lalu saat saya lahir. Kalau ibu saya, masih wajar belajar hanya dari orangtuanya. Itu pun ibu saya baca majalah ini itu demi belajar parenting, keuangan keluarga, endebrei endebrei. Karena pada saat itu, akses belajar paling mungkin ya majalah dan tabloid wanita.

(Baca: Tentang Menitipkan Anak di Daycare)

Sekarang kan gampang, tinggal browsing aja, Pilih sumber yang terpercaya, baca sebanyak mungkin artikel, baca versi orang Amerika gimana, baca versi orang Eropa gimana, tanya dokter anak, tanya pengalaman orang lain. Jangan cuma dapat dari satu sumber terus langsung percaya. Meskipun yang bilang dokter. Iya loh beneran, jangan percaya satu dokter. Gimana kalau kebetulan satu dokter itu bilang susu formula lebih sehat dari ASI. Hayooo? Masih ada loh dokter anak kaya gitu.

Intinya: PERTANYAKAN SEGALA-GALANYA.

Skeptis. Kritis. Apalagi untuk hal-hal kontroversial.

Seperti misalnya baby walker atau push walker? Gendongan gantung atau duduk? Imunisasi atau nggak imunisasi? Dot atau cup feeder? Di atas setahun tambah susu formula atau kalsium bisa dari mana aja nggak perlu susu?

(Baca: Memilih Gendongan untuk Bayi)
source: viral on Facebook
Pokoknya ayolaaahhh, setiap mau ambil keputusan buat bayi, browsing dulu. Tanya sana-sini dulu. BELAJAR DULU. Karena apa?

Karena masa depan anak ada di tangan kalian. I mean it, gimana kalau ternyata, sakit lutut yang diderita di usia 40 tahun adalah akibat cara gendong yang salah waktu kecil? Gimana kalau ternyata sakit maag yang baru kerasa di umur 25 itu akibat salah makan di 1.000 hari pertama pertumbuhan? GIMANA KALAU TERNYATA GUE PENDEK GARA-GARA KURANG MAKAN BROKOLI? LOL *genetik sis itu mah genetik*

Nah, kalau sudah belajar, sudah punya argumen yang valid, baru memutuskan. Kita butuh semua argumen itu untuk menangkal kritik di sana-sini. Apalagi buat yang orangtuanya konservatif ya.

Saya dan JG sih selalu cari aman untuk hal-hal yang kontroversial, karena nggak mau aja menyesal cuma karena salah ambil keputusan. Cari info sana-sini terus ambil pilihan yang terbaik. Pushwalker misalnya dalam kasus ini, pushwalker punya risiko kesehatan yang kecil dibanding baby walker. Dia nggak ganggu struktur tulang sama sekali karena nggak didudukin juga kan. Kalau biar anaknya duduk anteng sambil main ya kasih kursi atau playpen dan mainan dong bukan dikasih baby walker aaahhh gimana sih. :p

Atau yang menolak imunisasi. Mungkin yang menolak itu belum pernah ada anak keluarga/temennya yang sakit atau bahkan meninggal karena meningitis kali yah. Duh. Anak sendiri dulu deh pikirin kalau sakit gimana, baru pikirin konspirasi agama lain. T_____T

Kalau sudah begini jadinya suka agak sebel sama ibu-ibu yang ambil keputusan berseberangan HAHAHAHAHAHA. Suka mempertanyakan pada diri sendiri, mereka belajar dulu ngga sih sebelum ambil keputusan itu?

Gimana bu-ibu, belajar dulu nggak? XD

(Baca: Rabu Ibu series lainnya di sini)



-ast

Viewing all articles
Browse latest Browse all 727