Quantcast
Channel: annisast.com | Parenting Blogger Indonesia
Viewing all 727 articles
Browse latest View live

Ketika Eyang Habibie Bicara Gizi

$
0
0
"Eyang jadi presiden karena presidennya tidak bisa selesaikan masalah. Bukan karena rencanakan jadi presiden. (Kalian) Tidak usah mikir jadi presiden, jadi orang yang berguna bagi negara dan agama."


Kalimat itu meluncur tegas dari Presiden Indonesia ke-3 Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie FREeng. Meski sempat sakit beberapa waktu yang lalu, Eyang, begitu ia menyapa dirinya sendiri, tampak sangat bugar. Mengenakan stelan jas berwarna krem dan peci hitam, senyumnya terus tersungging di hadapan sekitar 30 anak dari beberapa SD Jakarta dan Bandung yang hadir dalam perayaan Hari Anak Nasional "Habibie & Anak Indonesia" di kediaman Habibie & Ainun, Patra Kuningan, Jakarta Selatan Selasa minggu lalu.

Mengambil topik "Tumbuh Sehat dan Cerdas dengan Pola Makan Sehat Sejak Kecil", Eyang Habibie bersama dokter anak DR. Dr. Damayanti R. Syarief, SpA(K) membahas tentang pola makan sehat untuk anak-anak. Bapak dua anak yang kini berusia 82 tahun itu juga berbagi, apa saja sih makanan kesukaannya saat kecil hingga ia bisa cerdas dan menjadi insinyur pembuat pesawat?

"Eyang suka sekali makan ikan. Kami orang Sulawesi senang makan ikan. Ikan itu bisa dibakar, digoreng, dibuat sup. Kalau ibu Ainun orang Jawa, orang Jawa biasanya makan ikan hanya digoreng. Akhirnya ibu Ainun kalau masak itu digabung, cara Jawa dan cara Sulawesi," jelasnya.

Begitu nama ibu Ainun tercetus dari mulutnya, hati saya mencelos sedikit tapi air muka Eyang tidak berubah. Ia masih bercerita dengan semangat.


Dokter Damayanti kemudian menambahkan, saat ini pemerintah Indonesia sedang fokus pada banyaknya kasus stunting karena kekurangan protein hewani. Stunting menyebabkan pertumbuhan terganggu sehingga postur tubuh menjadi lebih kecil dan otaknya tidak bisa berkembang maksimal sehingga tidak cerdas.

Menurut dokter Damayanti, hampir semua daerah prevalensi stunting-nya tinggi, termasuk DKI Jakarta yang hampir mencapai 30%. Gawat juga ya. Stunting hanya bisa dicegah dengan makan sehat dengan pedoman gizi seimbang. Protein hewani harus selalu ada, makan telur setiap hari juga bisa mencegah stunting lho!

"Jadi kalian itu harus makan tiga kali sehari, di piring harus selalu lengkap ada karbo, protein, dan sayur. Jangan lupa makan buah sebagai snack, dua kali sehari di sela waktu makan. Jam 10 setelah sarapan dan jam 4 setelah makan siang," ujar dokter Damayanti.

Selain makan sehat, Eyang juga tak lupa menekankan pentingnya olahraga. Didampingi oleh ketiga cucunya (putra-putri dari Thareq Kemal Habibie) yang setia menunggu selama acara, Eyang mengajak anak-anak mengenang masa kecilnya yang dihabiskan di Pare-pare, Sulawesi Selatan.

"Eyang itu dari kecil suka berenang tapi nggak di kolam renang, nggak pakai celana renang, karena renangnya di kali. Kali tempat Eyang besar dulu di Sulawesi, di kampung pinggir hutan, kalinya bersih, dan dingin. Sampai di Jerman pun Eyang tetap berenang setiap hari bahkan di saat salju. Kolam renangnya sebesar ruangan ini (indoor) dan sudah canggih sekali, di dalam air pun kita masih bisa dengar musik," kenangnya.

Eyang menghabiskan masa kuliah S1, S2, dan S3 di Jerman sampai kemudian bekerja di sana. Kalau selama di Jerman, makanan apa sih yang Eyang makan? Apa makanan Eropa?

"Ya nasi. Saya masak nasi sendiri," ujarnya sambil sedikit terkekeh. Ia juga menambahkan tentang pentingnya banyak minum air mineral. "Jangan lupa minum susu setiap hari. Kalau di Indonesia harus minum air putih saja yang banyak. Kalau di Eropa, perlu minum susu sering-sering karena di sana dingin."

"Sehatkan diri dengan makanan yang cukup gizinya, harus banyak minum air. Karena setengah dari tubuh kita kan terdiri dari air, air yang memperlancar oksigen ke otak dan itu bagus," tambahnya.

Selain berdiskusi soal pola makan sehat, Eyang juga bercerita banyak soal masa kecilnya yang banyak dihabiskan dengan mandi di sungai bersama dua ekor kuda peliharaannya. Saat seorang anak bertanya kapan mulai bermimpi bisa membuat pesawat terbang sendiri, Eyang menjawab dengan realistis tentang pentingnya kerja keras.

“Jangan mimpi nanti kamu bangun, kaget, mimpinya hilang. Saya tidak pernah bermimpi bisa bikin pesawat, memang dari kecil saya suka main dan bikin pesawat kertas tapi saya bercita-cita jadi manusia berguna, kita itu harus kerja dengan sadar dan jangan terlalu banyak bermimpi, hasilnya akan jauh dari yang kita sangka,” jawab Eyang.


Pertemuan hari itu ditutup dengan minum susu bersama dan setiap anak berbaris, bergantian foto sendiri-sendiri dan mencium tangan Eyang. Eyang dengan ramah tersenyum dan menanyakan nama serta usia anak satu per satu.

Sehat selalu, Eyang!

-ast-

PS: Baca part 2, tentang rumah Eyang di sini ya! Cerita dari Rumah Eyang Habibie dan Ainun

Cerita dari Rumah Eyang Habibie & Ainun

$
0
0
[Ini cerita full dari rumah Pak Habibie. Karena saya diundang untuk perayaan hari anak nasional, jadi harus buat artikelnya tentang gizi dan hari anak nasional, makanya posting ini. TAPI GEMES JADINYA KEPENDEKAN HAHAHAHA. JADI INI SAMBUNGANNYA YA, PART 2 ALIAS VERSI LEBIH PANJANG DAN EMOSIONAL LOL]


"Eyang suka sekali makan ikan. Kami orang Sulawesi senang makan ikan. Ikan itu bisa dibakar, digoreng, dibuat sup. Kalau ibu Ainun orang Jawa, orang Jawa biasanya makan ikan hanya digoreng. Akhirnya ibu Ainun kalau masak itu digabung, cara Jawa dan cara Sulawesi," jelasnya.

Begitu nama ibu Ainun tercetus dari mulutnya, hati saya mencelos sedikit tapi air muka Eyang tidak berubah. Ia masih bercerita dengan semangat.

Baca cerita selengkapnya tentang Eyang Habibie Bicara Gizi di link ini ya!

Eyang menghabiskan masa kuliah S1, S2, dan S3 di Jerman sampai kemudian bekerja di sana. Namun ia dipanggil pulang oleh Presiden Soeharto untuk menjadi Menteri Riset dan Teknologi (1978-1998) dan kemudian menjadi Wakil Presiden, jabatan yang diembannya hanya selama 2 bulan sebelum langsung naik menjadi Presiden karena Soeharto mengundurkan diri.

Ah, Eyang.


Lahir di tahun 1936 Pak Habibie bahkan lebih tua dari kakek dan nenek saya. Boleh dong ya saya juga panggil juga dengan "eyang"? Omong-omong, Eyang ya jelas bisa ada di situ, wong itu rumahnya. Saya sendiri mengapa ikut ada di situ?

Saat mendapat undangan dari Clozette Indonesia dan Habibie Center beberapa hari sebelumnya, saya masih belum yakin benar. Ini benerankah akan ada Pak Habibie-nya di depan saya nanti? Ini benerankah acaranya di rumah pribadi Pak Habibie, bukan di Habibie Center Kemang? Dan berbagai pertanyaan lainnya yang simpan sendiri.

Berbaju biru putih sesuai dress code, sore itu akhirnya saya berdiri di depan rumah berpagar putih. Mobil terparkir berjajar di tepi jalan yang asri dirimbuni pepohonan tinggi. Beberapa videografer TV tampak merokok di depan rumah. Di sebelah mereka berdiri kokoh pagar batu, tertempel di dinding itu plat perak bertuliskan “Wisma Habibie & Ainun" dilengkapi dengan alamat rumah.

Saya tersenyum membaca plang itu karena ya, teringat lagi kisah cinta Habibie Ainun.

[Gambar dari Google Street View karena kemarin sulit sekali memotret tulisan ini, tertutup mobil parkir]

Masuk ke dalam area halaman, saya disambut seorang bapak yang tampak seperti ajudan berbaju batik, bertanya saya siapa dan dari mana. Kemudian baru berjalan beberapa meter saya ditanyai lagi oleh polisi berseragam yang kembali memeriksa nama lengkap saya dari daftar tamu.

Di depan pintu, duduk penerima tamu yang sekali lagi memeriksa nama saya dan memberi ID card untuk dipakai sepanjang acara. Saya melirik ke arah pintu, di sampingnya tertulis "Perpustakaan Habibie & Ainun” di atas semacam marmer putih yang dilengkapi dengan tanda tangan dan nama lengkap Pak Habibie dan Ibu Ainun.

Habibie & Ainun lagi.

Saya bersama beberapa orang yang kebetulan datang bersama langsung dipersilakan masuk. Berjalan melewati tempat menerima tamu yang diapit dengan ruang tamu di kanan kirinya. Saya terus berjalan sampai kembali ke luar menuju halaman belakang. Wah, ada kolam ikan!


Kolam ikan itu seperti infinity pool—disebut kolam tak berbatas karena dindingnya terbuat dari kaca. Dua kolam itu bersisian, masing-masing berukuran sekitar 3x3 meter, kolam terbelah di bagian tengah yang merupakan jalan menuju perpustakaan. Saya belok kiri menuju pendopo yang sudah ramai, wangi makanan mulai tercium, terdengar banyak orang yang bercakap-cakap pelan.


Di dalam, terlihat anak-anak SD ditemani guru dan orangtua mereka sedang makan, beberapa rekan media berbincang satu sama lain, dan tampak staf Pak Habibie (atau Habibie Center? Saya tidak bertanya) berbaju batik lalu lalang mempersilakan tamu undangan untuk makan.


Undangannya sedikit sekali ternyata. Hanya ada 30-an anak SD dengan orangtua dan guru, serta sekitar 20 media dan blogger. Saya menyimpan tas dan mulai memotret, juga mengobrol dengan anak-anak SD itu. Rata-rata kelas 5 SD, ada 2 anak kelas 6, dan ada beberapa yang masih berusia 8 tahun. Senang sekali ya, masih SD sudah punya kesempatan bertemu Pak Habibie, saya baru umur 29 tahun ini bisa bertemu beliau. Padahal Pak Habibie adalah Menristek sejak saya lahir sampai SD.



Sambil berkeliling, saya baru sadar satu hal saat melihat backdrop acara. Tertulis di bawah nama acara, tempat acara ini digelar “Pendopo Habibie & Ainun”. Habibie & Ainun lagi. Sungguh Eyang sayang sekali ya pada ibu Ainun. Semua tempat di rumah ini diberi nama "Habibie & Ainun".

Saya masuk ke dalam area utama pendopo dan mendongak. Cantik sekali langit-langitnya, berukir kayu dan dihiasi lampu gantung emas. Tiang-tiang dan pembatas ruangan juga semuanya ukiran. Setelah acara saya baru browsing dan ternyata pendopo ini bagian baru yang ditambahkan setelah rumah selesai.

Pembangunan pendopo ini dikonsep langsung oleh ibu Ainun. Bahan kayunya ditemukan di Jawa Timur, asli dari kerajaan Majapahit. Sebelum dibangun pendopo, area itu biasanya tempat tenda jika ada acara. Namun pernah saat sedang salat tarawih berjamaah, tendanya rubuh karena hujan deras. Agar kejadian itu tak terulang lagi, pendopo didirikan dan dipakai untuk berbagai acara sampai sekarang.

Rumah itu sendiri awalnya rumah dinas Habibie saat menjadi penasihat direktur utama Pertamina Ibnu Sutowo. Kadung jatuh cinta, Habibie menyatakan ingin membeli rumah itu dan disetujui. Ia pun mencicilnya 20 tahun sampai lunas. Bahkan saat jadi wakil presiden pun ia menolak pindah ke istana dan harus beradu argumen dengan Paspampres yang menganggap rumah pribadi itu tidak aman untuk seorang wakil presiden.

Masih terkagum-kagum dengan area pendopo itu, saya dikejutkan oleh suara MC melalui pengeras suara. Ia meminta anak-anak berbaris karena tur berkeliling Perpustakaan Habibie & Ainun akan dimulai. Saya juga mau ikut!


Dipandu oleh seorang bapak berbaju batik abu biru, anak-anak mulai berkeliling dari pintu depan. Ruangan yang kecil yang diapit ruang tamu itu ternyata bukan sekadar jalan masuk biasa, ruang itu disebut ruang budaya. Di lantainya tertanam keramik bulat biru kehijauan dengan berbagai gambar laut untuk menggambarkan biota laut. Sejajar dengan keramik bulat itu persis di atasnya, ada keramik serupa menempel di langit-langit, bergambar flora dan fauna Indonesia.

Keempat sudutnya juga dihiasi dengan pajangan besar, semacam lukisan tapi entah terbuat dari apa, berkilau keemasan. Semua menggambarkan budaya Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Di kanan kiri ruangan itu merupakan ruang tamu, dindingnya dihiasi berbagai lukisan Pak Habibie dan Ibu Ainun. Ada pula beberapa koran berisi berita tentang Pak Habibie yang dibingkai rapi.


Rombongan kemudian beranjak menuju kolam ikan. Kolam ikan itu ternyata bagian dari selasar agama. Dinding di depan kolam dihiasi pajangan sejenis dengan di ruang depan namun kali ini mewakili semua agama yang ada di Indonesia. Kolam yang terbagi dua tadi juga menggambarkan laut merah yang terbelah oleh Nabi Musa. Ternyata semua bagian rumah ini ada artinya, ada filosofinya.

Di sebelah kolam ada halaman rumput yang cukup luas. Bapak pemandu menjelaskan halaman itu disebut Halaman Iptek, ditandai dengan empat patung pemikir yang berdiri kokoh di satu sisinya. Saya hanya mengenali dua, satu sosok pria yang duduk dengan dagu bertumpu di tangan replika karya Le Penseur (Si Pemikir) Auguste Rodin dan sebelahnya ada patung Ganesa. Dua patung lainnya tidak saya kenal, ada yang tahu ini kedua patung dari kiri ini patung apa?


Dari halaman kami beranjak ke dalam perpustakaan. Masuk lewat pintu kayu, area depan perpustakaan itu merupakan meja panjang untuk rapat. Di sisi kaca sebelah kanan yang menghadap halaman, terpajang berbagai hiasan pesawat terbang dan berbagai penghargaan yang pernah diterima Pak Habibie. Di sebelah pintu, duduk tenang seekor harimau tersenyum memamerkan taring. Ya sudah diawetkan dong harimaunya, masa hidup. :)))


Yang menarik perhatian tentu ruangan utama perpustakaan itu. Terdiri dari dua lantai yang ketiga sisinya dipenuhi buku hingga langit-langit. Jika ingin naik ke lantai dua, tersedia sebuah tangga putar dengan pegangan emas dengan gaya Eropa, persis seperti perpustakaan di film-film. Buku di perpustakaan ini ribuan jumlahnya, berbahasa Indonesia, Inggris, dan Jerman.


Perpustakaan itu mengakhiri tur dan rombongan pun kembali ke pendopo. Siap mendengarkan Eyang bercerita bersama dokter Damayanti.

Selain berdiskusi soal pola makan sehat, Eyang juga bercerita banyak soal masa kecilnya yang banyak dihabiskan dengan mandi di sungai bersama dua ekor kuda peliharaannya. Saat seorang anak bertanya kapan mulai bermimpi bisa membuat pesawat terbang sendiri, Eyang menjawab dengan realistis tentang pentingnya kerja keras.

“Jangan mimpi nanti kamu bangun, kaget, mimpinya hilang. Saya tidak pernah bermimpi bisa bikin pesawat, memang dari kecil saya suka main dan bikin pesawat kertas tapi saya bercita-cita jadi manusia berguna, kita itu harus kerja dengan sadar dan jangan terlalu banyak bermimpi, hasilnya akan jauh dari yang kita sangka,” jawab Eyang.


Anak-anak juga rupanya tertarik dengan cara menjadi presiden. Tapi Eyang, justru “melarang”.

“Eyang tidak pernah ingin jadi presiden. Dulu Eyang jadi presiden karena presidennya tidak bisa selesaikan masalah. Bukan karena rencanakan jadi presiden. (Kalian) tidak usah mikir jadi presiden, jadi orang yang berguna bagi negara dan agama,” ujarnya.

“Jadi presiden itu harus yang kerjanya nyata, jangan yang cuma banyak omong. Jadi presiden bukan segala-galanya, presiden dipilih hanya untuk kerja 5 tahun, paling lama 10 tahun. Eyang presiden hanya 15 bulan, tapi sudah buat pesawat terbang di Indonesia 25 tahun lebih, di Eropa belajar tentang pesawat saja sejak umur 18 tahun,” tambahnya.


Pertemuan hari itu ditutup dengan minum susu bersama dan setiap anak berbaris, bergantian foto sendiri-sendiri dan mencium tangan Eyang. Eyang dengan ramah tersenyum dan menanyakan nama serta usia anak satu per satu. Satu anak kebetulan bernama Habibie. Eyang langsung mengalihkan pandangan ke arah kami yang memotret dan bertanya serius:

“Ini ada Habibie, tapi nggak ada yang namanya Ainun ya?”

Kebetulan tidak ada. Tanpa sadar mata saya menghangat, hati saya terasa penuh. Hari itu akan jadi hari yang terus saya kenang, seumur hidup saya.

Sehat selalu, Eyang!

-ast-

Bebe dan Tinggi Badan

$
0
0
Sejak masuk preschool di umur 3 tahun lebih sebulan, saya dan JG tiba-tiba khawatir ngeliat tinggi badan Bebe. KOK PALING PENDEK YA DIBANDING TEMEN SEKELAS? Apa harus ke klinik tumbuh kembang?



Rada-rada panik tapi tiap pemeriksaan dokter katanya masih normal kok. Saya cek di kurva KMS juga masih di garis normal. Setelah saya tanya-tanya, ternyataaaaa karena kelas montessori itu mixed age group. Jadi temen sekelas Bebe yang umurnya 3 tahun juga itu cuma 1 orang, perempuan. Sisanya 4 dan 5 tahun, ya jelas lebih tinggi dong ya.

Setahun berlalu dan bulan lalu Bebe akhirnya ultah keempat. KOK YA TETEP PALING PENDEK? Entah kenapa saya ngerasa pertumbuhan si Bebe itu nggak sejalan sama pertumbuhan temen-temennya. Jadi harusnya kan perbedaan tinggi badannya segitu-gitu aja ya, ini nggak. Saya ngerasa Bebe tingginya tetep segitu, sementara temen-temennya makin tinggi.

Hari itu missnya di daycare kirim foto Bebe berdiri berjajar sama temen-temennya dan dia paling pendek huhu. SAYA LANGSUNG KHAWATIR BEBE STUNTING. Padahal ternyata definisi stunting aja nggak tahu HAHAHAHAHA. Pokoknya waktu itu mikir stunting = pendek.

Saya ngobrol sama senior editor Mommies Daily juga mbak Thatha yang anaknya juga seumuran Bebe dan pernah playdate di kantor. Menurut Mbak Thatha kayanya Bebe nggak pendek deh. Soalnya tingginya kayanya sama-sama aja sama Jordy (anaknya yang lahir di bulan dan tahun yang sama). Nomer sepatu aja sama.

Iya sih ya, tapi ya udalah buang penasaran akhirnya Mbak Thatha menyarankan untuk ke Klinik AP&AP milik dokter Aman Pulungan. Sekalian ke dokter ngetop aja katanya biar nggak penasaran lagi. OKE.

Oke aja padahal denger nama Aman Pulungan aja baru sekali itu. Saya telepon JG dan JG detik itu juga langsung telepon bikin janji ke kliniknya. Pas saya browsing, nemu page ini dan wow, langsung deg-degan, mahal nggak ya? HAHAHAHAHA.

Soalnya ternyata dokter Aman ini keren banget gengs. Baca di sini lah kalian sendiri ya: Sekilas tentang Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K).

Saya juga chat Gesi (ya emang chat mulu sih everyday), kata Gesi dokter Aman ini juga ada di iklan TV kampanye vaksin MR bareng Gesi. Jadi ya emang ngetop banget. Terus Gesi ngotot (SAMPAI TERIAK-TERIAK KZL) kalau doi bukan spesialis tumbuh kembang tapi spesialis endokrinologi anak. YA BODO AMAT YANG PENTING KLINIKNYA PEDIATRIC, GROWTH, & DIABETES CENTER ELAH. Gesi ini kalau urusan medis pengetahuannya nyebelin banget lol.


Kemudian kami juga langsung daftarin Bebe les renang. Ini rencana lama sih dalam rangka mengisi weekend yang bermanfaat. Jadi jadwal pun langsung padat, Sabtu trial les renang, Senin ketemu dokter Aman. Semua demi tinggi badan.

Kenapa tinggi badan penting? Soalnya kasian takut dibully huhu dan di dunia yang masih visual ini  tinggi badan masih mayan ngaruh. Dari pergaulan sampai pekerjaan. Kalau anak cewek kecil kan masih lebih sering dianggap cute ya, kalau anak cowok kecil duh kasian aja sih. Dan mumpung masih golden age, ngarepnya masih belum terlambat untuk berusaha nambah tinggi badan.

Jadi Bebe stunting nggak?

 


NGGAAAKKK AHAHAHAHA. Ini kata Wikipedia:

Stunted growth, also known as stunting and nutritional stunting, is a reduced growth rate in human development. It is a primary manifestation of malnutrition (or more precisely undernutrition) and recurrent infections, such as diarrhea and helminthiasis, in early childhood and even before birth, due to malnutrition during fetal development brought on by a malnourished mother. 

Stunting itu bukan cuma pendek. Berat badan juga udah pasti kurang dan otaknya tidak cerdas. Jadi kalau yang ketinggalan cuma tinggi badan ya bukan stunting. Stunting itu ketinggalan dari semua lini perkembangan gitu. Baru tau banget. Payah ya.

via GIPHY

Gimana kata dokter Aman Pulungan?


Pertama kami konsultasi dulu sama asistennya. Dokter perempuan gitu, beliau periksa seluruh tubuh Bebe. Terus saya ditanya-tanya juga mens umur berapa? Apakah JG waktu kecil termasuk pendek? Karena ada yang namanya pengulangan masa kecil orangtua. Jadi kalau ortu dulu telat mens atau telat tumbuh, anak juga bisa jadi sama.

Hasilnya Bebe di bawah garis normal. Dikit doang sih.

Jadi kan ada 7 garis. Garis keempat itu normal, Bebe di garis kelima dengan tinggi 97,5 cm (bukan di garis keenam atau ketujuh untungnya, garis ketujuh itu 94,1 cm). Setelah itu, dokternya ngitung gitu, tinggi badan saya ditambah tinggi badan JG, diapain diapain diapain pokoknya doi ngitung pake kalkulator di HP-nya.


Hasilnya dengan tinggi badan saya dan JG, harusnya di umur segini Bebe bisa lebih tinggi. Potensi tinggi genetik Bebe nggak sesuai dengan tinggi Bebe sebenarnya. Ah, jadi bener Bebe pendek hiks.

Hasil ini kemudian baru dikonsultasikan dengan dokter Aman. Menurut dokter Aman, Bebe sehat-sehat aja ahahaha ibu dan appa kenapa gampang panik ya. Karena berat badannya normal, kecerdasannya normal (kecerdasan bisa dites sederhana melalui bahasa, ya jelas banget lah Bebe mah ngomongnya ya).

Tinggi badan kurang dikit mungkin kurang penyerapan vitamin D, akhirnya diresepin kalsium dan vitamin D. Disuruh balik lagi dalam 3 bulan kalau vitaminnya udah abis untuk liat perkembangannya. Katanya nanti akan semacam dirontgen juga atau foto tulang tangan atau apa sih namanya lupa huhu.

Saya bilang kalau Bebe les renang, akan ngaruh nggak ya? Kata dokter Aman, asupan makanan (seperti minum susu) dan aktivitas fisik itu lebih kecil pengaruhnya pada tinggi badan. Yang ngaruh pertama sih tetep genetika. Meskipun ya plus minus juga sih. Kalian bisa coba di sini, IDAI punya kalkulator untuk menghitung perkiraan tinggi badan anak: Kalkulator Tinggi Potensi Genetik

semoga Bebe setinggi Lee Min Ho yaaa HAHAHAHAHA Lee Min Ho 187 cm masa ih -_____-

Saya juga sempet nanya, apa ada makanan yang kurang makanya Bebe kurang tinggi? Katanya “nggak dong, kalau makannya kurang beratnya pasti kurang juga. Ini kan beratnya normal, cuma tingginya kurang dikit”.

SIAAAPPP DOK! Maklum mamah papah millennials ini kalau belum ngomong sama ahlinya sih nggak percaya diri sama perkembangan anak sendiri hahaha

Sempet juga ngobrol panjang lebar juga sama dokter Aman yang baik hati sekaliiii. Kalian kalau ke sana tau dari mana plis bilang tau dari annisast dok, blogger temennya Grace Melia yang kempen MR gitu yaaa hahahaha. (BIAR APA COBA AUK)

Berapa biaya konsultasi dengan dokter Aman Pulungan di Klinik AP&AP Kuningan?


Kemarin kami habis sekitar Rp 1,1juta. Dokternya Rp 500ribu, vitaminnya Rp 500ribu sekian plus biaya admin. Ya masih masuk akal sih menurut saya ya. Vitaminnya juga buat 3 bulan kan. Nggak apa-apalah ya. Lebih baik nyesel karena tahu daripada nyesel karena nggak cari tahu kan.

Jadi begitulah, yuk buibu tetep pantau tinggi dan berat anak. Soalnya lewat 2 tahun dan lewat jadwal imunisasi tetap biasanya kita jadi bye banget nih sama urusan tinggi dan berat anak. Jangan sampai ya! Tinggi dan berat anak itu faktor yang paling gampang dicek lho untuk ngecek apakah anak tumbuh atau nggak.

Semoga 3 bulan lagi Bebe bisa lebih tinggi! AAMIIN!

-ast-

Agar Area Vagina Tetap Terawat dan Tak Iritasi

$
0
0
[SPONSORED POST]

Oke, hari ini kita akan membicarakan tentang vagina.


Tolong diingat kalau saya nggak akan bilang vagina sebagai “area kewanitaan” ya because IT IS VAGINA. We’re not supposed to be ashamed to say vagina as VAGINA not “area intim” or “area kewanitaan” whatsoever. Kalau bilang vagina aja tabu atau malu, maka mencari info tentang vagina bisa jadi tabu dan malu juga.

Padahal kan vagina juga bagian tubuh manusia ya. Murni pelajaran biologi dan pendidikan seksualitas. Nggak perlu merasa malu apalagi menganggap tabu. Gunanya kalau terjadi sesuatu sama vagina, kita nggak sungkan untuk bicara sama orangtua atau dokter.

Begitu. Jadi ceritanyaaaa ...

… sejak pasang IUD sebagai kontrasepsi, area luar vagina saya jadi sering terasa lebih lembab. Kenapa? Karena sering keluar lendir bening gitu, kadang kecoklatan, pernah bercampur sedikit darah tapi bukan keputihan. Saya kemudian chat dokter kandungan (melahirkan dan pasang IUD sama beliau) terus katanya itu wajar dan udah pernah dijelasin sebelum pasang.


Ya lupaaaa. Boro-boro inget, pas pasang IUD itu saya superpanik lebih panik daripada saat mau melahirkan lol. Setakut itu.

Jadi sejak menyadari bahwa efek IUD adalah jadi ada kemungkinan banyak lendir keluar dari vagina, saat itu saya jadi sadar kalau saya harus memperhatikan kondisi vagina lebih baik lagi. Karena jadinya harus sering ganti pantyliners dan selalu bawa pantyliners ganti ke mana-mana. Nggak repot sih cuma takutnya nih kalau saya skip atau males ganti dan dibiarkan lembap, jadinya keputihan. Nambah masalah baru kan. Masalah yang dibuat sendiri pula kan kesel.

Ada yang belum pernah keputihan sama sekali nggak sih?

Saya nggak inget ya kapan terakhir saya keputihan yang berbau dan gatal karena saya jagain banget. Tapi untuk mencegahnya, ya kalian juga harus jaga vaginanya. Caranya:

- Pastikan tangan bersih sebelum menyentuh area luar vagina. Terutama saat mengganti pembalut karena kadang kondisi tangan kering kan. Cuci tangan dulu pake sabun ok!

- Bersihkan vagina dari DEPAN ke BELAKANG. Ini basic banget jadi harusnya pada udah tau ya.

- Keringkan dengan tisu sampai benar-benar kering sebelum kembali pakai celana setelah buang air kecil. Teorinya sih bersihinnya juga dari depan ke belakang tapi kalau saya sih lebih suka di-tap-tap aja biar mengurangi gesekan.

- Ganti rutin pantyliners dan celana dalam. Selalu bawa cadangan pantyliners di tas dan jangan pake celana dalam (DAN CELANA LUAR) yang terlalu ketat. Celana jins ketat itu kalau di aku sih ngaruh banget bikin area luar vagina jadi lebih lembap. Karena jins kan nggak nyerap keringat ya.

- Ganti pembalut setiap 3-4 jam atau maksimal 6 jam. Selalu bawa ganti atau ya taro satu pack di kantor dan sebungkus di tas biar selalu punya cadangan.

- Pakai pembersih kewanitaan yang cocok untuk menstruasi.

Nggak susah sebenernya. Yang susah itu cari air bersih untuk cebok. Masalah negara dunia ketiga banget ya.

Sering kan kita denger vagina hanya butuh air atau hanya butuh sabun mandi biasa. Padahal ya tergantung airnya juga. Kalau airnya air rest area Cipularang yang butek gitu kan apa kabar banget deh. Jorok juga jadinya.

Sabun mandi biasa juga rata-rata bikin kering karena pH-nya nggak sesuai sama pH vagina. Apalagi kulitnya sensitif kaya saya. Iya area kulit di sekitar vagina saya sensitif banget. Sensitif level nggak bisa sembarangan ganti merek pembalut.

Pas abis melahirkan itu saya ala-ala banget pake pembalut khusus nifas taunya merah-merah iritasi di kulit yang nempel ke pembalut, beneran iritasi merahnya membentuk pembalut. Panas dan gatel parah huhu. Baru sembuh setelah ke dokter, dikasih salep dan disuruh pake pembalut yang biasa dipake kalau mens aja. Ribet yha.

Jadi pake sabun untuk vagina juga nggak ada salahnya lho! Iya kita juga sering denger kalau pake sabun pembersih vagina setiap hari bisa mengganggu bakteri baik. Nah, BETADINE punya produk terbaru yang beda dengan sabun pembersih vagina biasa, namanya BETADINE Feminine Wash yang tersedia dalam versi foam (MY FAVORITE!), liquid, dan wipes alias tisu basah.


BETADINE Feminine Wash ini bukan cuma menyeimbangkan pH vagina tapi juga mengandung probiotik yang mendukung pertumbuhan bakteri baik. Jadi aman banget dan tepat untuk pemakaian harian.

Kalian mungkin pernah denger ya produk BETADINE yang antiseptik, tapi itu beda. Yang sebelumnya itu namanya BETADINE Feminine Hygiene. Kalau yang hygiene itu memang mengandung antiseptik dan nggak disarankan untuk pemakaian harian. Khusus pas menstruasi aja karena bakteri emang berlipat banget kan saat menstruasi.


Kalau BETADINE Feminine Wash justru nggak mengandung antiseptik, kandungannya juga natural dan fungsinya memang bukan untuk mengobati tapi untuk perawatan sehari-hari sebagai pembersih alami. Selain prebiotik, BETADINE Feminine Wash juga mengandung formula Tri-care yang diperkaya dengan bunga Immortelle.

Saya coba yang versi foam dan rasanya sama sekali nggak kaya sabun! Kalian tau kan sabun muka dengan pH balance juga biasanya bikin kulit nggak kering atau ketarik sama sekali, nah BETADINE Feminine Wash foam juga rasanya gitu. Nggak keset, nggak perih, nggak kering dan nggak bikin iritasi. Nggak ada efek kerasa kering setelahnya. Wanginya juga enak.


Yang wipes juga praktis banget. Kandungannya sama dengan yang foam tapi bentuknya tisu basah. Isinya 10 dan biodegradable jadi bisa di-flush di toilet tanpa takut nyangkut. Keren banget kaannn. Yang wipes ini praktis banget buat traveling, wajib ada di tas. Nggak lagi-lagi jijik sama air di toilet Cipularang *TETEP*.



Saya beli kedua varian BETADINE ini di drugstore, harga yang foam Rp 45ribu dan yang wipes (isi 10 lembar) itu Rp 9,900. Kalian bisa beli di Guardian, Watson, Alfamart atau drugstore mana pun, udah available di mana-mana kok!

Lagian kalau produk BETADINE mah percaya banget lah ya. Kalian tau nggak, NASA aja pake BETADINE antiseptik untuk bersihin Apollo 11 dari berbagai kuman luar angkasa waktu pulang dari bulan. LITERALLY DI-LAP PAKE BETADINE LOH ITU APOLLO 11. #funfact

Tertarik untuk nyoba? Nyoba BETADINE Feminine Wash loh ya bukan nyoba ngelap pesawat luar angkasa HAHAHAHA.

Untuk info lebih lengkap bisa dilihat di sini ya!

Website: tanyawanita.id
Instagram: @tanyawanitaid
Facebook: Tanyawanitaid

-ast-

Laki-laki Itu Manusia

$
0
0
Jadi di kantor, kami sedang menjalani sesi team building. Di pertemuan pertama, temanya tentang mindset dan kami diminta mengisi apa yang terlintas di kepala saat mendengar beberapa kata seperti laki-laki, perempuan, kebahagiaan, dll.



Yang menarik (dan terduga sih sebenernya) bagaimana beberapa orang, terutama cowok-cowok yang belum nikah nih ya, mendefinisikan lelaki sebagai “kuat” sementara perempuan sebagai “penyayang”.

Gongnya waktu satu cowok bilang perempuan adalah “ibu dari anak-anak”, salah satu cewek teriak “WE’RE NOT BABY MACHINE!” karena ya kesel ugha yha disebut ibu dari anak-anak DOANG padahal ketemu di kantor juga kan hubungannya profesional dan kami tidak melahirkan anak-anakmu hahahahahaha.

Dari 25 orang di ruangan itu, salah satu jawaban yang paling saya ingat adalah satu cowok yang bilang laki-laki itu “harus kuat dan harus bisa menyelesaikan semua masalahnya sendirian”.

AUTO PENGEN PUKPUK BANGET.

via GIPHY

Rada kasian karena siapa bilang laki-laki harus kuat dan harus bisa menyelesaikan semua masalahnya SENDIRIAN? Sebagai background, teman saya ini baru nikah 3 bulan. Lagi momen-momennya ingin jadi suami ideal yang nggak memberatkan istri dalam hal apapun ya.

Kalau saya dan JG sih tujuan nikah biar kalau punya masalah otomatis jadi masalah berdua. Minimal ada yang bisa diajak cerita kapan aja gitu lho meskipun nggak seketika ada solusinya. Di luar dia yang cewawakan malu-maluin dan senang menari di depan umum, JG itu dulu sangat sangat fragile.

Dia anaknya feeling banget (kebalikan gue yang thinking) tapi seumur hidup, feeling-feeling itu selalu dipendam karena ya bertahan kalau cowok nggak boleh nangis, kalau cowok harus kuat, kalau cowok harus selalu ambil keputusan dan nggak boleh bingung sama hidup.



(Dulu JG nggak pernah bisa ambil keputusan, udah pernah saya jembreng total di sini: Anak dan Pengambilan Keputusan)

Pacaran sama saya, blar lah nangis terus hahahahahaha. Untuk pertama kalinya dia jujur soal bingung menghadapi hidup (WELL, WHO DOESN’T?), apakah gaji akan cukup (YA DICUKUPIN), apakah dia akan baik-baik aja (OF COURSE!).

Setelah dia selalu terbuka, dia tidak fragile lagi. Dia nggak bingung lagi menghadapi hidup karena ya kalau lagi bingung ya diskusi aja. Dia nggak takut lagi uang kurang karena ya diatur sama-sama. Dia nggak takut lagi ambil keputusan karena ya bisa tanya saya dulu. Setelah nikah, JG nggak pernah nangis lagi. Bukan karena dia kuat tapi karena semua feelings-nya selalu tersalurkan jadi nggak menumpuk jadi beban.

Kalau sekarang dipikir lagi, dulu kayanya JG itu depresi. Cuma depresi belum "senormal" sekarang. Dulu kalau stres ya bingung harus gimana, mana kepikiran cari psikiater sih. Kalau sekarang aja 3 sahabat saya udah sampai harus ke psikiater. Saya aja yang alhamdulillah nggak kenapa-napa.

Apa saya nggak ilfeel waktu itu, cowok kok nggak kuat sih?! Ya nggak karena saya juga nggak pernah menganggap cowok harus kuat. Kalau perempuan mau disetarakan, perempuan sendiri yang harus menyetarakan diri.

Saya memanusiakan dia, maka dia memanusiakan saya. Dia tidak pernah melarang saya atau bilang perempuan harus bisa ini dan itu, seperti saya tidak pernah bilang laki-laki harus begini dan begitu. Sesederhana itu.

(Baca: Saya termasuk people with no feelings alias #TeamRealistis)

Laki-laki harus kuat, padahal perempuan juga ya harus kuat. Laki-laki harus bisa ambil keputusan, ya perempuan juga. Laki-laki harus bertanggung jawab, YA KAN PEREMPUAN JUGA.

Perempuan harus lembut, ya laki-laki juga. Perempuan harus penyayang, ya laki-laki juga dong.

Laki-laki harus bisa cari uang, ya perempuan juga. Kalau ternyata nggak nikah gimana? Kalau ternyata udah nikah terus harus cerai atau suami meninggal gimana? Manusia harus bisa cari uanglah untuk bertahan hidup.

Itu kan standar sebagai manusia baik toh?

via GIPHY

Manusia harus kuat biar bisa tahan pada semua cobaan hidup, manusia harus bisa ambil keputusan biar nggak gampang berantem receh karena ditanya mau makan apa jawab terserah, manusia harus bertanggung jawab karena ya kalau ditanya mau makan apa jawabnya terserah, jangan ngambek dong kalau diajak makan di tempat yang nggak kita suka.

Manusia harus lembut ya masa kasar-kasar sih kita kan bukan sapu ijuk, manusia harus penyayang biar dunia damai, aman, sentosa.

Lalu apa jawaban saya saat ditanya tentang laki-laki? Saya jawab, laki-laki itu manusia.

Yep, they’re human too!

Men should know how to express themselves, that it’s ok to have feelings, and crying is totally acceptable.

Punya anak laki-laki bikin saya sadar banget kalau saya nggak mau dia jadi anak laki-laki yang memendam perasaan karena dia laki-laki. Yang berusaha terlihat selalu kuat karena dia laki-laki. Yang berkorban karena dia laki-laki.

Yang kalau jatuh dibilang “jangan nangis kamu kan cowok!” NO, saya dan JG selalu bilang “kalau sakit boleh nangis kok”, “kalau kecewa nangis aja”, “kalau marah boleh berteriak tapi tidak memukul atau menendang”, “kalau sedih/marah/kecewa itu bilang karena kalau tidak bilang, ibu tidak akan tau”.

(Baca: Mengajarkan Emosi pada Anak)

Repressed feeling itu nggak bisa bikin bahagia malah nggak sehat, bisa bikin sakit, literally. Udah baca blogpost Gesi yang Battling Depression? Gesi depresi karena repressed feeling dan depresi kan nggak kenal gender. SEMUA MANUSIA bisa depresi.

Ini akan sulit diubah lho kalau kita udah dewasa karena ya semua mindset-nya kan udah dibentuk sejak kecil. Tapi kita bisa banget mengubahnya di anak-anak kita. Mau dibesarkan seperti apa anak-anak kita? Kalau saya mau dia jadi pribadi yang seperti di postingan ini. (maklum nulis udah 800 postingan lebih ya jadi banyak yang udah pernah ditulis hahaha).

Apa tidak khawatir dia jadi tidak sesuai standar society?

Tidak sama sekali karena kami hanya berharap dia jadi manusia yang bahagia. Kalau dia nanti suatu hari dia mau menikah, saya yakin dia akan menemukan perempuan seperti ibunya. :)

-ast-

Bebe (Mogok) Les Renang

$
0
0
Ampun ya cerita Bebe les renang aja belum mulai eehhh udah mogok aja anaknya kemarin uhuhuhuhu ibu sedih.

Buat yang nggak follow Instagram saya (NGGAK NGERTI LAGI KENAPA HARUS NGGAK FOLLOW SIH AH) mungkin belum tau kalau Bebe les renang setiap hari Sabtu. Sabtu kemarin itu pertemuan keempat. Ini udah saya stories sekilas sih tapi ribet nyarinya dan saya bertekad kan selalu nulis perkembangan Bebe di blog ini biar kalau lupa tinggal search dan baca.



Kenapa Bebe les renang?

Karena saya dan JG merasa dia kurang tinggi *tetep*. Ya meskipun kata dokter Aman Pulungan, latihan fisik nggak segitu ngaruh sih dibanding gen, tapi ya MENGAPA TIDAK DICOBA LAH YA.

Kedua, karena saya sebel banget Bebe itu Sabtu dan Minggu kerjaannya nonton doang. Ya itu emang aturan kami sih, tapi jadinya dia nggak ngapa-ngapain lagi. Mentok main di playground apartemen terus nonton lagi. “Kan sekarang Sabtu, aku kan memang boleh nonton”

(Baca Pengalaman Konsultasi dengan dr Aman Pulungan)

Ya iya sih tapi nggak seharian juga. Tapi gimana coba saya larangnya, lha emang itu aturannya kan. Satu-satunya cara mendebatnya adalah dengan ngasih kegiatan yang seru. Seperti ke mall (HAHA) atau ya les sesuatulah yang penting ada aktivitas ke luar rumah aja. Kalau di luar rumah dia nggak pernah minta nonton soalnya, sejak detoks gadget, di mobil juga kami strict nggak kasih HP.

Tapi kasih kegiatan apa ya? Tadinya kami mau les Inggris dengan pertimbangan dia nggak jadi TK bahasa Inggris kan. Si Bebe jadinya mau TK di daycare aja demi mengirit uang lol. Cuslah survey ke EF karena di sana ada kelas buat anak 4 tahun, namanya Small Stars (pernah saya bahas di sini) dan kegiatannya kaya playgroup gitu, bermain doang deh. Mewarnai, menggunting, nyanyi-nyanyi, cuma ya full bahasa Inggris.

Sayangnya, nggak ada kelas weekend! Untuk anak 4 tahun cuma ada di Selasa-Kamis jam 2. Untuk anak 5 tahun baru ada kelas weekend. Selain nggak ada yang nganter karena kami kerja ya LHA NGAPAIN? Ini kan tujuannya mencari kegiatan rutin di akhir minggu. Ya banyak sih workshop atau art class gitu semacam di Ganara Art Studio, tapi kami maunya yang rutin dan Bebe belajar sesuatu yang baru.

Ngobrol-ngobrol di group ibu-ibu kampus, tiba-tiba pembahasan mengarah ke les renang anak! Kebetulan di group itu satu temen saya coach renang, satunya malah mantan atlet renang. Jadilah membahas les renang anak di Jakarta mending di mana?

Les renang anak itu pilihannya ada tiga, private, ikut klub renang, atau ikut kelas.

Saya waktu kecil sih les renangnya private karena di kolam renang deket rumah kebetulan ada kelas untuk private renang. Tapi kurang seruuuu. Nggak semangat gitu karena ya berdua aja sama coachnya. Pemanasan aja sendirian, nggak ada teman berbagi suka duka keluh kesah huhu.

Kedua, ikut kelas macam di Rockstar Gym gitu. Dia ada kelas renang kan ya, enak pula latiannya di mall. Cuma saya justru mikir-mikir karena latihannya di mall hahaha.

Nah, waktu kecil itu adik bungsu saya ikut club dan keliatannya seru. Klub renang gini yang biasanya cetak atlet nih. Di Bandung, dia satu klub sama temen kuliah saya yang atlet itu. Latihannya rada militer lol. Makanya diputuskan Bebe ikut klub aja biar sekalian belajarnya beneran sama orang-orang yang cetak atlet meskipun ya nggak mikir Bebe harus jadi atlet juga sih. Klubnya disaranin sama temen saya yang coach renang dan malem itu juga langsung daftar hahahahaha seimpulsif itu.

Beneran disiplin banget lah, begitu dateng harus udah pake baju renang + kacamata + topi renang (kalau rambutnya ganggu dan nggak botak kaya Bebe lol). Masuk ke kolam, di pinggir langsung simpan botol minum dan pelampung. Jadi nggak ada urusan bolak-balik ke ibu minta minum segala.

Sebelum daftar, kami harus trial dulu dan tanya anaknya seneng apa nggak. Kalau nggak seneng nggak perlu daftar katanya. Dan keliatannya mereka nggak terima anak takut air gituloh. Kalau private kan pelatihnya suka membesarkan hati gitu, anak dibujuk-bujuk biar mau berani. Kalau ini, anak nggak berani nyebur ya bye aja nggak usah jadi daftar HAHAHAHA.

Untunglah trial Bebe lancar dan boleh daftar. Saran saya kalau anaknya takut air, dibiasain dulu di air. Soalnya berenangnya langsung di yang dalem dan cuma pake pelampung board. Rada nakutin pasti kalau buat anak yang nggak biasa sama air.



Trial lancar karena saya sounding “nanti kalau di kolam kamu nangis dan ibu-ibuan, kita pulang aja kamu nggak perlu renang lagi”. Pertemuan kedua dan ketiga lancar … karena saya nggak ikut. Yang kedua pas ada Gesi dan Mba Windi di Jakarta jadi kami staycation di hotel. Yang ketiga, kami ada book talk di Grand Indonesia jadi Bebe sama JG juga.

Pertemuan ketiga ini rada traumatis hahahaha.

Bayangkan Bebe dan Aiden itu lari-larian sejak jam 9 pagi di Museum Polri, lanjut main di GI sampai jam 3. Kemudian dia cus ke kolam, di jalan tidur bentar doang karena keburu nyampe. Nyampe kolam eh loh pas yang latian dikit! Jadi biasanya satu pelatih 3-4 anak, ini cuma 2 anak jadi ya 2 jam itu lama banget bolak-baliknya. Bebe sampai nangis karena capek dan akhirnya naik duluan sebelum les selesai HAHAHAHAHA.

Sampai rumah dia ngeluh-ngeluh “ibu, aku tuh capek banget tadi. Appa bilang sekali lagi aja aku nggak kuat, aku mau mandi aja.” Terus-terusan juga bilang kalau lengannya pegel.

MINGGU DEPANNYA YAITU HARI SABTU KEMARIN DIA PUN MOGOK BERENANG.

Padahal dari rumah semangat, sampai mobil tidur, bangun, ganti baju di mobil masih semangat. Turun mobil masih happy tapi minta gendong. Begitu liat kolam, meluk saya kenceng-kenceng dan sembunyiin muka di bahu.

20 MENIT KEMUDIAN … KAMI MASIH MEMBATU DI PINGGIR KOLAM.

Si Bebe itu bukan anak yang bisa dibujuk pake makanan jadi bingung banget sih ngebujuknya. Nggak pernah bisa gitu dibujuk pake es krim atau burger, dan saya ogah ya bujuk les renang doang pake mainan. Intinya dia nangis nggak mau berenang karena takut capek. Kami pun kembali ke mobil.

SETENGAH JAM KEMUDIAN … MASIH DI PARKIRAN.

Karena si Bebe nangisnya nyebelin. Mobil diem nangis, mobil maju dikit mau keluar parkiran nangis. Dia nggak bisa mutusin mau berenang apa nggak karena saya bilang “kalau kamu nggak mau les renang ya udah, kita nggak perlu renang lagi karena untuk apa renang main-main doang. Baju renang dan kacamatanya dikasih aja ke aa (kakak sepupunya)”

KEJER SISTAAAA HAHAHAHAHA.

JG marah dan akhirnya kami keluar parkiran HANYA UNTUK MUTER LAGI KARENA SI BEBE TERIAK-TERIAK “NGGAK MAU PULANG”.

Kenapa diturutin amat tumben? Katanya nggak kalah sama anak tantrum?

Karena ya saya nggak mau termakan omongan diri sendiri juga. Kalau Bebe nggak mau les renang lagi selamanya dan bilang “ya udah aku nggak usah les aja, biar aja kasih semua baju dan kacamatanya” Ya saya nggak mau jugaaaa. Maunya Bebe bisa berenang karena berenang itu skill kehidupan heuhhh. Berenang itu HARUS BISA. Ibunya emang ngomong tidak dijaga jadi repot sendiri.

via GIPHY

Akhirnya kami mendadak mengubah aturan. Enak yaaa jadi orangtua, mengubah-ubah aturan demi kehidupan yang lebih damai hahahahaha. Aturannya adalah, mulai sekarang setiap Sabtu dan Minggu Bebe boleh nonton HANYA KALAU SUDAH LES RENANG. Kalau tidak les maka tidak boleh nonton. Bebe tampaknya oke. Tampaknya karena belum mau ngomong. Pake insting keibuan aja aku sih. *PRET

Balik lagi ke parkiran, saya tunggu di mobil. JG sama Bebe turun berdua dalam kondisi masih nangis. Tapi mau dong les. Selesai les dia happy aja lompat-lompat malah breakdance seperti tidak terjadi apa-apa.

“I HATE YOU!” kata JG … pada saya HAHAHAHA. Karena ya udah fix banget sih Bebe manja sampai nangis kejer karena ibu ikut ke kolam. Kalau ada ibu sih ngomong manja, semua harus sama ibu. Kalau nggak ada ibu dan cuma sama appa sih mandiri banget, semua sendiri, ngomong aja nggak kaya bayi. IBU BIANG KEROK.

Jadi demikian, aturan baru ini sedang kami ulang setiap malam dan disosialisasikan demi Sabtu depan yang damai tanpa drama.

DOAKAN SAKSES YA.

-ast-

PS: Tidak menjawab nama klub secara publik ya kecuali tanyanya lewat DM saya langsung ok. 

Memposisikan Masalah

$
0
0

Perkara ganjil genap ini kok yaaaa … nggak tau lagi harus ngeluhnya kaya apa. Intinya mobil kami platnya genap, setiap hari selalu lewat jalan yang sama tapi kok ya kemarin kena tilang.

Padahal kemarin udah tanggal 7, berarti kan udah lewat jalan itu dari 3 hari sebelumnya dan nggak kena tilang sama sekali jadi dipikir ya memang belum mulai aturan ganjil genap di situ. Sedih karena Rp500ribu melayang. :(

Sedihnya lagi itu karena kemarin abis servis AC di rumah, kapasitornya rusak jadi nggak dingin dan bikin listrik jadi ngejegrek terus gitu. Kan ya serem kulkas juga jadi rusak, jadi nggak punya pilihan lain selain ganti, Rp350ribu aja sis.

Dan ketambah lagi hari sebelumnya oli mobil bocor, ke bengkel auk diapain intinya abis juga Rp500ribuan. Rada ingin mengabsen nama binatang gitu ya dalam seminggu kok apes amat kami ini sampai abis hampir Rp1,5juta buat perintilan rusak.

JG udah kesel sendiri “kenapa sih hidup kita, dari kemarin keluar uang buat ini itu rusak. Sedih aku!”

:(

Untuk menghibur diri saya pun pergi sama temen-temen kantor lama. *HALAH UDAH BOKEK MALAH KE MALL*

Cuma makan doang kok terus cerita-cerita seru gitu kan segala rupa di-update sampai ke cerita salah satu temen kantor yang juga lumayan akrab dengan kami, istrinya kena kanker paru stadium 4. T_______T

Nangis banget ya Tuhan, doa terbaik untuknya. T______T

Sampai rumah langsung kepikiran banget dan nggak bisa nggak mikirin sampai sekarang. Kali ini pengingat untuk rasa bersyukurnya kenapa gini amat.

Masih literally nangis sih nulis ini. T______T

Mendadak uang gue untuk benerin ini itu nggak ada apa-apanya banget. Nggak pantes ngeluh sama sekali. Lain kali emang perlu mikir berjuta-juta kali sebelum mengeluhkan sesuatu apalagi berhubungan dengan uang yang ya, sebenernya masih bisa dicari lagi asal kita sehat kan.

Masih jadi PR besar banget sih buat saya gimana kita memposisikan masalah. Saya nggak depresi, lagi nggak sakit secara mental, harusnya bisa mikir lebih jernih sebelum ngeluh. Beda cerita kalau memang lagi nggak sehat ya.

Ngeluh itu wajar, ngeluh itu manusiawi, cuma mungkin harus lebih menyadarkan diri dulu sebelum mengeluhkan sesuatu. Semua keluarga punya masalah, minggu ini masalah kami ini, di luar sana mungkin ada keluarga yang AC-nya nggak pernah rusak, mobilnya lancar selalu, nggak ditilang tapi punya masalah-masalah lain yang jadi beban pikiran lebih berat.

Semoga kita semua selalu diberi pikiran yang jernih untuk memposisikan masalah dan selalu bisa berusaha berlapang dada ya.

Sehat-sehat ya semuanya. T______T

-ast-

Semua yang Jadi Tentang Anak

$
0
0
Satu hal yang sering saya bahas dengan JG dulu sebelum menikah dan selama hamil, apakah ketika kita punya anak dan harus mengobrol dengan orang lain, topik kita jadi akan melulu soal anak?


Kalau lawan bicara sudah punya anak juga sih masih oke ya, kalau lawan bicara belum atau tidak punya anak (ya seperti kami dulu saat membahas itu), haruskah kita kehilangan sekian banyak topik dan hanya membahas tentang anak kita sendiri?

Karena dulu kami sepakat pada satu hal: mendengar orang membicarakan anaknya sendiri nonstop sementara kami menikah saja belum, itu menyebalkan. Kaya mikir emang nggak ada bagian lain dari hidup lo yang nggak bisa diceritain gitu?

Berpegang teguh pada prinsip itu, maka saya sangat berusaha tidak membicarakan Bebe di forum umum (seperti di meja makan siang yang ramai) KECUALI ADA KONTEKSNYA ATAU KALAU DITANYA. Kalau nggak ditanya saya nggak tiba-tiba buka topik soal anak “eh kemarin Xylo lucu deh dia ngapain dan ngapain …” Sejak Bebe bayi sampai sekarang, saya masih seperti itu.

Jadi kalau ngobrol sama saya, topiknya akan sangat beragam dari Twitter, selebgram, politik, skin care, you name it. Begitu pun dengan JG. Kami se-ekstrovert itu sampai mikirin banget topik ngobrol sama orang karena kami seneng banget ngobrol dan takut orang bosan kalau ngobrol dengan kami hahahaha.

Sampai ke sesi team building yang yah, topiknya banyak yang sangat personal. Dan sering sekali jawaban saya ya tentang Bebe. Berkali-kali saya harus berdiri di hadapan 20 sekian orang dan membahas tentang Bebe. Membosankan. Saya jadi orang membosankan itu.

via GIPHY

Salah satu pertanyaannya adalah: kalau satu hari mau tuker jadi orang lain, kamu mau jadi siapa?

Saya jawab saya ingin jadi Xylo. Karena ingin tahu apakah saya cukup baginya? Apakah ada yang terlalu menyakiti? Apakah ada yang terlalu menyebalkan? :(

Nah, minggu berikutnya ditanya personal goals, saya jawab ingin Bebe masuk sekolah di SD yang kami inginkan meskipun chance-nya tipis sekali.

PERSONAL GOALS = SEKOLAH BEBE. Merenung sendiri karena apanya yang personal coba huhu bahkan definisi personal saya aja blur sekali sekarang.

Orang lain kan goalsnya punya cat cafe, kerja di London, dan berbagai cita-cita pribadi lain. Saya mikirin personal goals saya sendiri, ada beberapa sebetulnya, tapi untuk saat ini nggak ada yang lebih saya inginkan di dunia ini selain Bebe masuk SD itu. Harus SD itu. :(

Biarlah saya dianggap membosankan ya karena ternyata benar, sekarang semua jadi tentang anak. Mau tidak mau, suka tidak suka, ketika kalian punya anak dan mau bertanggungjawab pada anak itu, semua jadi tentang anak.

Apa saya jadi kehilangan diri saya? Tentu!

Tidak perlu meromantisasi, menghibur diri, dan bilang “nggak ah nggak hilang kok, semua worth it demi anak”. Ada yang hilang ya akui saja hilang, semua demi anak ya benar juga. Anak yang diutamakan, personal goals kita jadi hilang. Diubah di sana dan di sini.

Pesan moral bagi kalian yang mau menikah dan ingin segera punya anak, sudah siap kehilangan diri sendiri? Sudah selesaikah dengan diri sendiri? Saya mungkin sudah seselesai itu sehingga ditanya personal goals pun jawabannya tetep soal anak.

Karena kalau belum selesai dengan diri sendiri, jadinya akan complicated banget lho. Akan banyak penyesalan dan bukan tidak mungkin akan kita limpahkan ke anak kalau si anak dirasa mengecewakan: “ibu udah begini dan begitu demi kamu!”

Keyword “demi kamu”. Apakah anak minta agar diprioritaskan? Tidak pernah. Apakah Bebe minta sekolah yang saya inginkan itu? Tidak. Saya yang mau. JG yang lebih mau banget. Jadi memang untuk Bebe, tapi sepenuh-penuhnya itu keinginan saya dan JG. Pada akhirnya itu jadi personal goal kami. Malah sepersonal itu.

Saya mikirin lagi apa personal goal saya sebagai diri sendiri dan bukan sebagai orangtua? Ada, beberapa. Tapi kemudian setelah dipikir-pikir lagi pada akhirnya demi lebih banyak uang sehingga bisa liburan sama JG dan Bebe hahahahaha.

Jadi ya mungkin saya memang sudah jadi tante-tante. Mungkin saya sudah jadi bude-bude yang membosankan. Semua tentang diri sendiri jadi masa lalu, semua tentang keluarga jadi masa kini dan masa depan.



via GIPHY

Mungkin saya bisa santai bicara seperti ini karena saya punya kehidupan lain selain jadi ibu. Kalau yang melulu di rumah dan full sama anak terus, cari hobi deh. Cari sesuatu yang kalian suka dan bisa kalian kerjakan sehingga bisa sejenak nggak memikirkan soal anak. Ya biar nggak jenuh aja.

Saya beruntung karena punya pekerjaan, menulis buku, sharing di Instagram, menulis blog, punya berbagai kegiatan di luar peran jadi ibu dan tidak melulu bersama anak. Meskipun ya tetep nulis buku soal anak, sharing di Instagram soal anak juga, nulis blog ya apalagi kalau bukan soal anak, bahkan kerja di kantor aja sekarang bahasnya parenting. Kurang membosankan apa hidup saya? Passionate amat kayanya sama parenting. XD

Tapi mungkin karena saya rajin share soal Bebe di platform online loh jadi rasanya cukup. Mungkin memang setiap orang JUGA ingin selalu cerita tentang anaknya tapi mereka nggak punya blog, nggak main Instagram, apalagi nulis buku, jadi cerita anaknya melulu di forum offline. Buat saya mending nulis online sih, mau baca silakan, nggak mau ya nggak usah. At least saya nggak memaksa orang untuk dengerin saya cerita tentang anak saya. YA NGGAKKKK?

Ini kayanya makin nggak jelas deh jadi ya udah gitu aja pokoknya yang penting ditulis deh daripada pusing dipikirin doang. Selamat menyambut Senin semuanya!

Jadi apa personal goal kalian setelah punya anak? Masih punya sesuatu yang personal? Apa ujung-ujungnya untuk anak juga seperti saya? ;)

-ast-

PS: Kemarin malam saya tanya langsung sama anaknya, “Ibu nyebelin nggak sih? Xylo pernah mikir mau ganti ibu nggak?” Dia menggelang dan peluk terus bilang “nggak kok aku nggak mau ganti ibu” uncchhhh gemas. :’)

Review Si Doel The Movie

$
0
0
[SPOILER ALERT]

Kalau kalian baca blog saya sejak lama, kalian pasti tau ya pengaruh film AADC sama hidup saya. Sengaruh itu lho sama kehidupan. Kalau yang satu ini, saya ngerasa nggak ngaruh tapi kok ya punya bagian besar dari masa kecil saya.

Dari belum ada filmnya aja, Si Doel ini tuh salah satu topik banget di group keluarga saya. Jokes kami tuh sering banget yang Si Doel related. Adik saya malah ngefans banget dan sering share link-link untuk streaming. Hampir semua episode apalagi episode yang ikonik gitu kami sekeluarga hapal semua hahaha.



Jadi pas ada Si Doel The Movie, bahasan di group ya jadi terus-terusan soal filmnya HAHA. Adik saya yang pertama nonton duluan karena dia paling ngefans, disusul ayah dan ibu plus adik bungsu yang nonton bareng bertiga, terakhir saya dan JG baru nonton berdua weekend ini setelah maksa adik pertama untuk nungguin Bebe di rumah selama kami nonton lol.

JADI GIMANA FILMNYA?

Well, kalian nonton Si Doel sampai mana dulu nih? Sampai Doel nikah sama Sarah?
SAMA DONG KAYA SAYA.

Padahal itu baru season 6 (finale. Ada yang bilang finalnya itu season 7 tapi saya nggak nemu) dari Si Doel Anak Sekolahan. Setelah itu ada series dan FTV-nya lagi jadi kalau kalian nggak nonton dan nggak ada yang bisa ditanya sih udah dijamin hah hoh nggak ngerti. Jadi alur atau urutannya itu gini:

- Si Doel Anak Sekolahan (TV Series, 6 season, 1994-2003) - tamat dengan Doel nikah sama Sarah
- Si Doel Anak Gedongan (TV Series, 2005) - tamat dengan Sarah kabur ninggalin Doel.
- Si Doel Anak Pinggiran (FTV, 2011) - tanpa pernah menceraikan Sarah (karena doi ngilang, bos), Doel nikah siri sama Zaenab yang juga janda.

Film yang di hari kesebelas udah dapet 1,3juta penonton ini jadinya nostalgic banget. Saya sih mewek dari AWAL BANGET PAS OPENING. :( Mewek gara-gara denger suara Babe aja sih. Sesederhana mikirin orang susah yang mati-matian pengen anaknya sekolah. OH SO RELATABLE.

Dan ya, emang sebaper itu sih sama keluarga Doel. :’(

Sedih karena series ini tayang lama banget sampai pemerannya ya lekat dengan perannya. Saya juga gitu. Liat sepeda ontel langsung inget Engkong Ali yang selalu pilih kasih sama cucu tapi nggak suka sama si Mandra yang anak sendiri. Inget Babe, inget mas Karyo. Meninggal semua. Inget juga sama mang Eman tukang kiridit panci orang Tasik yang nangis duduk di tanah pas Babe meninggal.

T______T

Overall filmnya cantik kok dengan latar belakang Amsterdam. Cinematic dan udah kaya film zaman sekarang yang shotnya beragam. Shot di series-nya kan bosenin banget, long shot aja jaraaaanggg, paling cuma kalau mau liatin rumah & warung plus babe tiduran sambil kipas-kipas. Sisanya ya close up aja ngobrol ganti-gantian antar pemeran gitu. Muka nyak, ganti muka babe, mundur dikit medium shot, balik close up lagi hahaha. Jarang ada adegan close up berdua gitu, shotnya ganti-gantian mulu, syutingnya ganti-gantian juga kali ya lol.

Saya bahas satu-satu per karakter aja ya!

Nyak

Mellow sih karena sakit tapi masih bisa akting, masih bisa inget skenario. Dan termellow karena ada wawancara sama Rano Karno yang bilang kalau film ini udah jadi wacana dari dulu tapi akhirnya diwujudin karena Nyak yang minta huhu. Sepanjang film nyak cuma nasihat-nasihatin semua orang gitu.

Sedihnya karena nggak bisa nggak mikirin nyak harus main film dalam kondisi sakit karena butuh uang nggak sih. SEDIH BANGET PADAHAL ASUMSI DOANG INI. T_______T

Atun

Atun ternyata sudah jadi bundaaaa ahahahahaha. Kocak banget anaknya udah SMP. Ternyata Atun udah punya anak sejak series sebelumnya. Nikah sama mas Karyo tapi terus meninggal ya ampun apes amat ya ini hidup satu keluarga. :(

Terpengen noyor karena Atun nggak nganggep Zaenab sebagai istri bang Doel banget deh. Ngomong nggak dijaga! Ya ngerti Atun sama Zaenab dari dulu temenan tapi KOMPOR IH SUMPAH.

Mandra



Tanpa Mandra apalah film ini. Semua celetukannya bikin ngakak banget. Senatural itu untuk jadi orang primitif. Kata ayah, Mandra kalau main di film/series lain yang sutradaranya bukan Rano Karno suka norce, tapi kalau di Si Doel selalu natural. IYA YA. Kok bisa yaaaa.

Saya juga yakin dia pasti biang kerok di film/series selanjutnya dalam drama cinta segitiga ini. Enough said.

Zaenab

Ini cewek hidupnya kok kasian amat yaaa. Seumur hidup naksir Doel hanya untuk ditinggal nikah. Seumur hidup jadi nomer dua banget lho, seumur hidup jealous sama Sarah, seumur hidup ngerasa kalah terus sama Sarah. Sampai udah nikah pun tetep Doelnya belum cerain Sarah.

Pesan moral untuk orangtua, JANGAN MATRE! Hidup anak lo berantakan kalau lo matre! HUH. Dari dulu paling sebel sama ibunya Zaenab, untung nggak nongol di film. Cuma suara bapaknya doang yang muncul di opening.

Yang paling awkward adalah Zaenab menyebut diri sendiri dengan “saya”. AYE LAH HARUSNYA. Aye itu Zaenab banget. Tapi tetep Maudy Koesnaedi cantik banget sih gils.

Sarah

Pas Sarah nemuin Doel, keliatan punggungnya dulu kan ya. Pas balik badan …



SISSY PRISCILLIA?

SUMPAH MIRIP BANGET JAHAHAHAHAHAHA.

Jadi kakaknya boleh deh, jadi Cornellia Agatha, Sissy, Vanesha HAHAHA. Kesel nggak lo tiga-tiganya muncul di film legend gitu, Doel, AADC, Dilan. XD

Sepanjang film saya kesel banget sama Sarah. DRAMA ABIS IH HIDUP LO.



Lagi hamil kabur dari rumah sampai 14 tahun dan nggak ngabarin itu selfish banget sih. MAUNYA APA. Mau cerai ya bilang dong. Nyebelin banget, gantungin suami sendiri kaya gitu. Atau kalau mau ngilang ya ngilang selamanya. JANGAN LABIL. Bilang aja ke anaknya kalau papa udah meninggal kek.

Paling sebel pas di akhir film dia bilang tahun depan mau pindah ke Jakarta for good. Saya sama JG langsung liat-liatan.

NO. Stay there. Yu menambah masalah yang yu buat sendiri. Yu diam saja di Belanda.

via GIPHY

Saya: “Anaknya tahun depan mau SMA pendek amat, masa kecil gitu sih”

JG: “Stunting kali?”

KAMPRET. :)))))

Beneran masih di bawah bahu Doel sama Sarah banget. Masih SD deh kayanya yang jadi anak itu.

Doel

YU JUGA KAMPRET.

Dari dulu kan si Doel ini emang nggak pernah netepin pilihan. Naksir sama Sarah, Sarah mau apa selalu diiyain, tapi gitu juga sama Zaenab. PHP yang sebenarnya.

Katanya Doel udah dijodohin dari kecil sama Zaenab, lha tapi kan dilepeh mulu sama ibunya Zaenab. Lagian punya dignity sedikit gitu lho udah dihina-hina kok ya masih ajaaa baik-baikin Zaenab. Sampai Sarah kabur juga karena Doel nolongin Zaenab yang keguguran tapi NGGAK BILANG-BILANG.



JG: “Jadi dari dulu Doel mau sama Sarah tapi maintain Zaenab biar nggak kehilangan fans ya?”

OHSOTRUEEEE!

Mau sama cewek ini sih tapi yang itu dimaintain juga biar ada yang ngejar-ngejar terus. Kita pasti punya nih satu temen yang begini kerjaannya. Cih.

Terus Doel ini tipe yang repressed feeling banget deh ingin rasanya kubuatkan janji dengan psikiater *jejelin xanax*

Hans

Aktingnya awkward tapi setelah dipikir-pikir dia memang harus awkward sepanjang film karena harus set up sepupunya yang labil pada suaminya yang sudah ditinggal selama 14 tahun. HARUS AWKWARD EMANG FIX.

Koh Ahong

Definisi sebenarnya dari susah move on. T_______T KASIAN BANGET SIH KOH AHONG. Sayang banget sama Zaenab sampai nggak nikah sama siapa-siapa tapi Zaenabnya nggak mau.

Padahal zaman dulu nyaknya Zaenab nyodor-nyodorin Ahong banget ya sama Zaenab. Kalau Betawi asli zaman sekarang apa masih relate jodohin anak sendiri sama pengusaha batako? Yakin mau dijodohin sama Ahong atau lebih baik pilih pemimpin muslim?

*HENING*

Anyway, yang emang ngefans banget sama Si Doel sih nonton aja karena ya menghibur. Nostalgic  dan entertaining lahhhh. Mandra kocaaakkkk. Tapi kerasa banget ini film cuma teaser untuk bridging ke selanjutnya. Antara film lagi atau series baru sih. Katanya Rano Karno udah mau balik ke entertainment lagi kan udahan berpolitiknya.

Jadi siapa yang udah nontoooonnnn?

Btw males cari foto karena mereka nggak siapin still cuts buat promo gitu. Cek aja sendiri di Instagram @sidoelanaksekolahan yaaa!


-ast-

Ibu, Indonesia itu Apa?

$
0
0
Let’s talk about this country.



Kemarin di Instagram saya sempet singgung sedikit kan ya, si Bebe lagi nanya-nanya terus soal negara. Pertanyaannya bener-bener:

“Ibu, Indonesia itu apa?”

Berulang-ulang karena jawaban saya belum bikin dia puas.

Saya akhirnya nanya ke guru daycare-nya dan dijelasin panjang lebar dari semesta, dunia, benua, negara, pulau, daratan, lautan. Detaaaailll sekali sampai ada 4 material khusus untuk menjelaskan anak soal dunia. Sampai saya ter-wow ternyata serumit ini ya mendefinisikan dunia pada anak.

Saking tadi lama banget saya dijelasin soal bumi, saya jadi disadarkan lagi bahwa bumi ini luaaasss sekali. Indonesia itu bagian dari semesta, bagian dari bumi, bagian dari daratan dan lautan, bagian dari benua.

Indonesia sendiri pun masih juga sangat luas. Daratan seluas itu, dengan orang sebanyak itu, gimana bisa damai semua coba?

Karena orang-orang seharusnya menghargai setiap perbedaan.

Saya jadi teringat lagi satu PR sebagai orangtua yang terus saya ingatkan pada diri sendiri sampai hari ini. Seperti yang pernah saya jelaskan lebih detail di postingan ini: Mengajarkan Perbedaan pada Anak

“Orang kan berbeda-beda, beda itu tidak apa-apa"

"Semua orang bebas memilih ingin jadi orang seperti apa”

Sekarang, lima bulan setelah postingan itu kuliah saya soal perbedaan jadi naik kelas karena Bebe udah hafal banget soal perbedaan visual seperti warna rambut, pilihan pakaian, atau bentuk badan.



Kini perbedaan mulai dikenalkan pada apa yang orang suka atau tidak suka. Contohnya saya buat seluas mungkin. Seperti tadi pagi dia cerita soal kucing kemudian nyeletuk.

Bebe: “Ibu kan takut kucing, appa takut tikus. Aku tidak takut apa-apa”

Ibu: “Kalau nini takut apa ya?”

*dilanjut mengabsen nama tante-tante dan mengingat ketakutan mereka pada binatang, Bebe jawab semua*

Untuk apa nanya segala nini dan tante-tante takut apa? Untuk ngasih tahu kalau orang itu banyak dan ketakutannya juga banyak. Tentu diakhiri dengan kalimat andalan.

“Semua orang punya ketakutan yang berbeda karena takut itu tidak apa-apa, beda juga tidak apa-apa.”

Juga tentang kebutuhan. Umurnya Bebe itu lagi umur di mana kalau temennya punya maka dia juga HARUS punya. Ada satu temen daycare yang setiap hari bawa snack sendiri terus Bebe jadi mau juga. Lha padahal makan di daycare selalu habis malah suka nambah. Untuk apa bekal segala?

“Kebutuhan orang berbeda karena bentuk badannya berbeda. Dia bekal bukan berarti kamu harus bekal karena kamu dan dia beda badannya, beda kebutuhannya.”

DIA NGERTI LHO. Kemudian nggak maksa minta bawa bekal lagi.

Jadi jangan remehkan anak-anak! Apa yang kita tanam sebagai nilai sejak kecil ini seharusnya (dan diharapkan) bisa terbawa sampai dewasa. Bahwa apapun, apapun tidak perlu dibuat sama.

Jangankan satu negara ya adik kakak kandung aja satu ibu bisa 180 derajat bedanya kan. Apalagi satu negara. Kalau nggak mau menghargai perbedaan, silakan pindah negara banget nggak sih. *lelah*

Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda tapi tetap satu. Pertanyaan soal Indonesia itu rasanya jadi tidak lagi sederhana.

“Indonesia itu apa?”

Indonesia itu 17ribu lebih pulau, 36 provinsi, lebih dari 300 kelompok etnik dan 1,300 lebih suku. Mau nggak mau sejak kecil harus diajari kalau perbedaan adalah sesuatu yang normal. Sesuatu yang tidak bisa dihindari.

Nah, kalau kalian gimana cara ngajarin perbedaan pada anak? Share yuk gimana kalian mengajarkan Bhinneka Tunggal Ika kepada anak sejak dini.

Caranya:
1. Peserta wajib follow @kemkominfo, @djikp, @bintangcomid.
2. Kompetisi diikuti oleh Ayah atau Ibu bersama si kecil.
3. Foto bertemakan bagaimana mengajarkan kebhinnekaan kepada anak sejak dini.
4. Upload di Instagram, sertakan caption menarik sesuai tema, tag dan mention @kemkominfo, @djikp, @bintangcomid.
5. Jangan lupa sertakan hashtag #KominfoSatu2018.
6. Periode kontes 6 Agustus - 4 September 2018.

Hadiahnya keren-keren lho! Ada Samsung S9, Fujifilm X-A3, Samsung A6+, dan voucher MAP.

Ikutan yuk!

-ast-

Sebuah Kisah, Patah Hati (Setelah Menikah)

$
0
0

Kutipan di foto itu jadi caption Instagram saya beberapa waktu lalu usai seorang teman meraung-raung dan berkali bicara “ingin mati”.

Iya, berulang kali bilang ingin mati karena sedang patah hati.

Kalau pertama kali berkenalan dengan yang namanya jatuh cinta saat remaja, kita pasti sudah terbiasa dengan senyum tak henti, perasaan sudah seperti musim semi, berbunga-bunga. Hidup rasanya aman sekali. :)

Sampai kemudian harus patah hati.

Menangis sesenggukan di kamar dengan tisu berserakan di lantai ala serial Hollywood. Duduk di bawah shower menyala pakai piyama. Tak tahu lagi harus bagaimana. Tak tahu lagi harus menangis di mana. Terlalu rapuh. Merana dan sengsara. Cuma ingin dia.

Rasanya benar-benar ingin mati.

Kata orang, cara terbaik untuk menyembuhkan patah hati adalah menemukan hati yang baru. Untuk kemudian jatuh cinta lagi, agar hati yang sempat hancur di bawah serakan tisu dan rintikan shower itu terasa tergenggam kembali. Untuk kemudian bisa berdenyut lagi dan melupakan si pematah hati.

Jatuh cinta lagi memang cara paling mudah untuk menyembuhkan patah hati. Ironis? Tidak, toh untuk patah hati juga kita harus jatuh cinta dulu kan?

Maka masa-masa sebelum menikah pun dilalui dengan pengulangan momen-momen itu. Jatuh cinta, patah hati, jatuh cinta pada orang baru lagi, patah hati lagi, jatuh cinta lagi, sampai akhirnya kita memutuskan untuk berhenti.

Jadi ketika jatuh cinta terakhir kalinya sampai ingin menikah, sebagian besar di antara kita mungkin langsung merasa aman selamanya.

YASSS, AKU TIDAK AKAN PATAH HATI LAGI! Ini kan jatuh cinta terakhirku, mari menua bersama!

Tapi hidup tidak dibuat sebegitu mudah, darling. Menikah tidak sesederhana jatuh cinta, ke KUA, dan tinggal bersama menata rumah sampai tua. Pernah terpikir kah kalian bagaimana kacaunya patah hati setelah menikah?

Iya, yang complicated dari cerita teman saya ini adalah dia sudah menikah. Orang yang membuatnya patah hati juga sudah menikah.

Rumit sekali. Karena jalan keluarnya tidak semudah saat kita remaja. Tidak semudah, cari saja orang baru untuk jatuh cinta lagi.

Istri di rumah bagaimana? Bisakah jatuh cinta pada istri yang sama lagi setelah jatuh cinta pada orang lain? Sayang bisa masih sama, tapi jatuh cinta lagi?

Sebut saja teman laki-laki saya ini dengan X. Iya dia laki-laki. Istrinya tanpa cela. Model-model istri yang foto Instagramnya bikin iri alam semesta. Ingat, foto Instagram tak menjamin hidup bahagia. Mungkin ia juga tak pernah sangka suaminya ternyata bisa jatuh cinta lagi. Untungnya ia tak tahu, setidaknya sampai hari ini.

Kemudian mari kita sebut perempuan yang terjatuhi cinta (ah, mereka sama-sama jatuh cinta) ini dengan Y. Y juga punya suami yang sempurna. Pengertian luar biasa. Fun fact: dibanding istri X, Y ini biasa-biasa saja. Ya, cantik tapi Instagramnya tak bikin iri alam semesta.

GET IT?

Keduanya sejatuh cinta itu. Jalan atau makan bersama berdua? Tidak, kalau pun iya tak pernah berdua. Berhubungan badan yang bikin deg-degan karena dengan orang baru? Tentu terpikir berkali-kali. Tapi tak sampai hati.

Our chemistry is not in a sexual way, katanya. Cinta bukan melulu tentang raga, cinta bisa hadir dan menyenangkan bahkan tanpa hubungan badan. Kalau tanpa seks saja mereka sudah sejatuh cinta itu, kita bisa apa?

Sesayang itu. :(

Perjalanan cinta mereka hanya karena chat yang terlalu nyambung. Chat biasa yang jadi kebiasaan menyenangkan dan langsung berubah jadi sinyal-sinyal kangen ketika sehari tak ada.

“Gue baru tau, ternyata bisa-bisa aja ya sayang sama dua orang di saat yang bersamaan.”

YA BISA. But well, we learn something new everyday, don’t we?

Jatuh cinta tidak kenal status pernikahan. Jatuh cinta ya jatuh cinta. Mau sebaik apapun menjaga, namanya cinta kadang datang di waktu yang sungguh tidak terduga.

Apa mereka salah? Ya mereka mengaku salah meski siapa saya sampai harus menyalahkan orang jatuh cinta? Apa menyalahkan bisa membuat keadaan jadi tenang? Tidak. Jadi biarkan saja. Jatuh cinta adalah hak mereka, kalau akhirnya patah hati ya sudah bisa apa kita selain menemani?

Berteriak salah pada orang jatuh cinta, seolah kita tak pernah jatuh cinta. Hati tak pernah salah, jatuh cinta bukan masalah, hanya waktu yang kadang begitu kurang ajar memecah belah.

Kenapa harus bertemu? Kenapa harus merindu?

Apa mereka menyesal? Yah, yang jelas mereka akhirnya berhenti, menyerah, berpisah. Nomor WhatsApp dihapus, Instagram diblock, tak perlu lagi bertemu muka, segala cara dilakukan agar bisa lupa.

Ternyata toh tetap tidak segampang itu.

“Gue sayang istri, sama sekali nggak pengen pisah sama dia. Nggak pernah kepikiran sedikit pun cerai sama dia karena gue juga nggak pernah kepikiran sekali pun nikah sama Y. Tapi kenapa ya nggak bisa lupain dia?”

Orang jatuh cinta tidak punya akal sehat katanya, tapi untungnya Tuhan masih menyisakan mereka sedikit logika. Jadi setelah bermeter-meter argumen, berhari-hari teriakan, dan berderai-derai air mata, mereka memutuskan berpisah.

Stop hubungan ini karena mau dibawa ke mana? Untuk apa dilanjutkan? Hanya untuk ketahuan? Hanya untuk membuat hidup berantakan?

Bicara pisahnya gampang, kenyataan menghadapi hari-hari setelah perpisahan itu yang luar biasa sulit. Patah hati karena pacar selingkuh itu satu hal, patah hati pada selingkuhan karena mengingat kebaikan istri itu hal lain.

Mereka saling menyalahkan. Menyalahkan satu sama lain, menyalahkan diri sendiri karena membuka hati. Meski rasanya tentu, pasti, tak sengaja.

X makin tak karuan karena Y pun sama kacaunya. Berkali menelepon hanya untuk memaki, tak sanggup menata lagi hati. Katanya tak tahu lagi definisi kerja dan hidup tenang, di rumah hanya menangis semalaman. Tentu pelan-pelan, agar tak ketahuan. :(


Sampai dua bulan kemudian, hari ini. Belum ada kemajuan. Masih tercerai berai, dengan luka besar yang masih menganga.

Patah hati, sampai mau mati.

Seperti dipaksa berpisah entah oleh siapa dan dengan alasan apa. Seperti diminta patah hati tanpa tahu harus jatuh cinta pada siapa lagi. Seperti harus sakit sendiri karena sungguhlah tak bisa cerita rasa ini pada istri.

Saya hanya bisa bilang: sabar. Sabar, semua orang pernah patah hati sampai mau mati. Waktu menyembuhkan, tidak sekarang, tidak besok, mungkin bulan depan, mungkin tahun depan, mungkin 10 tahun lagi.

Selama kamu masih mau bersama istri dan anakmu, maka kamu harus bertahan. Jangan mati.

Jangan mati dan jangan sampai ketahuan.

Ada yang punya obat sembuhkan patah hati setelah menikah?

PS: Seperti fiksi? Nope, ini kisah nyata. Dicurhatin mulu soal ini pas lagi PMS kan jadinya ikutan ambyar. T______T

-ast-

Baca tulisan terkait tentang Selingkuh dan Pelakor.

Anak yang Bisa Mengambil Keputusan

$
0
0

Salah satu bahan diskusi saya dan gurunya Bebe di sekolah saat pembagian rapor 3 bulanan kemarin adalah soal bagaimana para miss harus memutar otak untuk membujuk Bebe melakukan sesuatu.

Iya, kasarnya, Bebe nggak bisa disuruh-suruh. Nggak bisa tuh pake kalimat semacam:

“Xylo, tidur siang yuk”

“Xylo, makan ya”

Bebe akan tersinggung dan hampir PASTI menolak meskipun dia ngantuk atau lapar. Dari situ saya jawab, untuk ngasih background aja sih sama missnya.

Saya menduga (menduga lho, karena nggak ada bukti), Bebe seperti itu karena sejak bayi ia selalu diberi pilihan. Kami tidak pernah mengambilkan keputusan untuk Bebe.

Kalau pun keputusannya diambilkan kami berdua, kami mengubah konteks agar seolah dia yang pilih. Contoh, dia tidur jam 10 malem terus. Kalau kami bilang langsung “mulai sekarang kamu tidur jam 9 ya!” Dia PASTI akan tersinggung.

Jadi kami mengubah pertanyaannya menjadi:

“Kamu tidurnya mau jam 8 atau jam 9?”

YA OTOMATIS DIA PILIH JAM 9 KAN. HAHAHAHA. Dia memilih jawaban yang kita inginkan.

via GIPHY

Kecuali yang memang berbentuk peraturan. Itu pun tetap diberikan pilihan. Misalnya aturan baru soal gadget on weekend yang saya pernah singgung di postingan ini: Bebe Mogok Les Renang.

Saya beri pilihan “Kamu boleh tidak les renang, tapi kamu tidak boleh nonton lagi di hari Minggu. Kalau kamu mau tetap nonton di hari Minggu, kamu harus les renang”

Jadi pilihan yang harus dipilih Bebe:

a. Les renang jadi Minggu boleh nonton
b. Tidak les renang tidak apa-apa, tapi hari Minggu tidak boleh nonton.

SULIT YA HAHAHAHA. Nangis-nangis dia. Tapi akhirnya dia pilih opsi A. Kalau nggak mau pilih? NGGAK BOLEH. Pilihannya cuma itu. Pilih sendiri yang menurut kamu baik. Saya hanya jelaskan pros & consnya.

Seperti juga soal makanan sehat dan tidak sehat. Saya tidak pernah larang, tapi dia tahu semua konsekuensi seperti sakit gigi atau sakit perut jadi dia sering menolak kalau ditawari makanan/minuman kemasan.

(Tips agar anak bisa jadi pengambil keputusan yang baik pernah saya tulis di sini: Anak dan Pengambilan Keputusan.)

Seumur hidupnya dia begitu. Sekadar pilih makanan apa, atau kaos kaki beda kanan kiri, nyeker atau pake sepatu, dan segudang konflik hidup balita lainnya. Maka ketika dia langsung disuruh, dia tersinggung dan mikir kurang lebih:

“PERMISI, ANDA SIAPA SURUH-SURUH HIDUP SAYA?”

HAHAHA.

Untungnya sekolah montessori ya, anak-anak seperti Bebe ini diakomodir. Menurut Montessori, anak kecil adalah orang dewasa yang masih belajar dan “terperangkap” di tubuh anak kecil. Makanya ia ya harus diberi kepercayaan seperti orang dewasa, seperti menggunakan alat makan beling, diperbolehkan menuang air dari teko sendiri, atau menggunting menggunakan gunting logam. Hal-hal yang dianggap “bahaya”, boleh dilakukan asal dengan pengawasan.

Missnya kemudian bilang (dan bikin saya terharu huhu bikin nggak merasa gagal-gagal amat sebagai orangtua):

“Ibu dan bapak sudah benar, menjadikan anak sebagai subjek, BUKAN objek. Anak subjek, dia punya pilihan dan keputusannya harus dihargai”

NGEMBENG DI TEMPAT SIH.

Jadi ya setiap hari, missnya juga memelintir kata agar seolah Bebe mengambil keputusan sendiri. Untuk tidur siang, diberi pilihan dengan “kalau kamu nggak tidur sekarang, ketemu appa dan ibu semakin lama. Mau ketemu lama atau ketemu cepet-cepet?” Ya cepet dong, makanya tidur. <3 br="">

Kenapa anak harus diberi pilihan?
Karena jadi orang yang nggak bisa ambil keputusan itu RIBET. Meski banyak yang bilang pengambilan keputusan itu bisa diwariskan secara genetis, menurut saya decision making itu nurture lho!

Berhubungan erat dengan apakah seumur hidupnya, dengan berbagai pengalaman yang dihadapi, apakah anak dihargai di lingkungannya? Terutama ya oleh orangtuamya.

Apa minusnya anak yang bisa ambil keputusan sendiri?

Keras kepala hahahaha. Ya karena dia selalu diberi pilihan, dia benci dipilihkan. Bisa meltdown banget kalau dipilihkan karena dia tersinggung dan merasa tidak dihargai.

Apa plusnya anak yang bisa ambil keputusan sendiri?

Ia sangat mandiri. Lebih mandiri dari anak seusianya. Ia tahu apa yang ia mau dan tidak bergantung pada orangtuanya untuk memutuskan sesuatu.

Anak juga akan lebih percaya diri dan tidak mudah terbawa orang lain karena ia percaya pada keputusannya sendiri.

Selain itu, ia akan merasa dihargai dan lebih bisa diajak diskusi. Ia mau berdiskusi bukan karena takut, tapi karena ia tahu pilihannya akan dihargai seperti orang dewasa.

KEYWORD: SEPERTI ORANG DEWASA.

Ya, saya selalu menganggap perasaan Bebe seperti perasaan orang dewasa. Orang dewasa aja kalau bangun tidur pengen kedip-kedip dulu kan nggak mau langsung mandi, ya anak kecil juga sama.

Orang dewasa aja kadang pengen makan banyak kadang males makan, ya anak kecil juga sama.

Orang dewasa sebel banget kalau dipaksa melakukan sesuatu, ya anak kecil juga sama.

Hanya karena ia anak kecil, bukan berarti dia tidak punya perasaan. Hanya karena ia anak saya, bukan berarti pilihan dan perasaannya milik saya. Saya dan JG hanya membantu dan mengeksplorasi agar ia bisa memilih pilihan yang terbaik.

Saya juga suka sedih karena sering banget liat ibu yang ngatur anaknya. Kaya kemarin di CFD, Bebe main bola sendirian kemudian ada anak kecil cewek pengen ikutan main. Tapi ibunya ngatur banget, si anak baru pegang bola, ibunya teriak "throw! throw!" terus anaknya nurut. Berikutnya anak megang bola lagi ibunya teriak "kick! kick!" terus anaknya nurut. Berikutnya anaknya NUNGGU disuruh dulu dong baru dia mau lempar atau tendang. Kan kasian ya. Biar aja sih terserah anaknya itu bola mau diapain.

Atau lagi main Lego bareng di tempat mainan. Banyak orangtua yang ikut campur dan kritik hasil Lego buatan anaknya "ini kok merah sih dek, atasnya bagusan biru" atau "masa mobil rodanya tiga, tambah lagi dong". Ya ampun main aja anak susah bebas huhu kasian.

Semoga di masa depan Bebe bisa jadi pengambil keputusan yang baik dan selalu percaya diri ya!

-ast-

BONUS GIF PETER KAVINSKY BECAUSE WHY NOT!

3>
via GIPHY

Bebe Mau Bayi

$
0
0
Jadi di daycare Bebe itu ada beberapa kakak adik. Sempet ada yang 3 bersaudara malah. Nah, baru beberapa bulan ini, temen sekelasnya juga punya adik dan sama juga di daycare.

TERUS ADIKNYA INI GEMESSSS. Lucu banget gitu lho jadi si Bebe suka gemesin gitu sayang-sayang. Abangnya (udah 5 tahun umurnya) posesif dong tentu, dan selalu bilang “ini adik abang”.

TO MY HORROR SUATU MALAM SEBELUM TIDUR SI BEBE BILANG: “ibu, aku mau bayi”

Ibuk mau pingsan seketika hahahahahahahahaha.

Bebe, Januari 2018

Tapi saya (sok) kalem dan menganggap: oh mungkin dia mau punya adik karena orang-orang punya adik. Sesederhana dia ingin bekal makan karena temennya bekal makan juga.

Ternyata setelah ditelusuri, bener ada part dia benar-benar iri, anak lain kok punya adik untuk dibawa pulang ke rumah? Kok aku nggak punya? Tapi juga ini dipicu karena dia “panas” saking banyak orang nanya: kapan mau punya adik? Spesifiknya dia bilang “miss tuh tanya-tanya aku terus, kapan aku punya adik”

Malam itu juga saya chat miss di sekolahnya. Titip pesan biar semua miss di daycare NGGAK BOLEH nanya Bebe mau punya adik atau nggak. Saya juga bilang karena saya nggak berencana punya anak lagi.

via GIPHY

Coba dicatet dulu dong untuk kalian semua, peraturan pertanyaan sopan pada balita:

1. Jangan nanya mau punya adik apa nggak
2. Kalau ibunya hamil, jangan nanya mau adik perempuan atau laki-laki

Karena ya ampun orang dewasa aja susah kan manage expectation, apalagi balita cobaaa. Mana urusannya sesuatu yang di luar kuasa manusia kan.

Lagian emang mau bayarin dokter kandungan, biaya lahiran, vaksin, daycare, dan sekolahnya?

T______T

Terus gimana jelasin ke Bebe? Persis seperti dulu dia minta anjing. LOL.

Ibu: “Bayi belum bisa pup sendiri lho. Emang kalau kamu punya adik siapa yang mau bersihinnya pupnya?”

Bebe: “Ibulah!”

Ibu: “Ibu tidak mau punya bayi lagi sih, kalau kamu yang mau ya kamu tanggungjawab dong bersihin”

Kemudian dia yang jijikan itu ogah. Hahahaha.

Besoknya dia tanya lagi sekali lagi dan saya jawab realistis: “ibu nggak sanggup harus mengurus bayi karena punya bayi itu capek sekali. Dia belum bisa jalan, belum bisa makan, repottt blablabla”

Sampai sekarang belum nanya lagi. Dan untungnya adiknya JG di Bandung baru melahirkan jadi kami kasih lihat foto-fotonya dan bilang itu adik Bebe. Dia seneng banget. Saya juga kongkalikong sama JG untuk satu suara kalau bayi itu tidak selucu itu dan merepotkan sekali. REPOOOTTT SEKALI.

Kalau ternyata dikasih anak lagi gimana kak? Kan Tuhan yang menentukan?



Ya gimana lagi. Tapi at least Bebe umurnya udah 4 tahun lah jadi udah sesuai dengan jarak ideal anak. Tapi plis aku nggak sanggupppp.

Pernah nulis nih di Mommies Daily: Kenapa Saya Nggak Mau Banyak Anak

Buibu yang anaknya satu, beri aku petunjuk harus jawab apaaaa? Yang jawab punya anak lagi aja boleh banget tapi aku minta uang Rp 5 miliar ya buat biaya hidupnya! Ya semacam tanggungjawab gitu, masa nyuruh-nyuruh tapi aku yang harus repot lol.

-ast-

Rutinitas dan Peraturan untuk Balita

$
0
0
Setelah nulis blogpost soal Anak yang Bisa Mengambil Keputusan, saya dapet email dari seorang ibu yang juga selalu memberi pilihan pada anaknya. Tapi anak perempuan yang umurnya baru 3 tahun ini jadi keras kepala banget.


Emailnya panjang sekali karena bercerita runtut, saya tulis poin-poinnya aja ya:

1. Ibu ini udah bertekad akan mengajarkan tentang memberi pilihan dan menghargai pilihan pada anak sejak hamil. (seniat itu kan sama kaya saya lol)
2. Anaknya jadi keras kepala dan tidak mau memilih. Ngeyel ingin pilihan lain. Jadi kadang seharian nggak mandi dan nggak makan. Padahal udah dijelasin berulang-ulang mandi untuk apa, makan untuk apa.
3. Ibu ini pun jadi ngerasa senjata makan tuan. Iya sih anaknya jd tahu apa yg dia mau tapi kemudian dia ingin mempengaruhi lingkungan untuk menuruti pilihannya itu, sesalah apapun.

Kira-kira apa yang miss kok anaknya jadi nggak bisa diatur banget?

Saya tidak bertanya sih, tapi kalau sampai tidak mandi dan makan seharian saya menduga karena peraturan yang kurang tegas dan rutinitas yang kurang konsisten. Iya, punya balita itu emang harus tegas dan konsisten lho!


Note: saya bukan expert dan nggak pernah ngaku expert juga sih lol, saya bicara dari pengalaman saya dan hasil konsultasi sama psikolog aja ya. Dicoba aja dulu siapa tau works di anak kalian.

Intinya balita itu belum ngerti konsep waktu. Betul mereka tahu pagi, siang, malam, tapi kan belum ngerti soal jam. Jadi rutinitas dan jadwal harian itu penting banget.

Fungsinya dua, agar jadwal dan moodnya juga terjaga. Jadi anak tetap diberi pilihan DENGAN koridor peraturan dan rutinitas.

Contoh memberi pilihan dengan peraturan (Bebe hanya boleh nonton di weekend):

1. Boleh nonton YouTube kalau sudah mandi dan makan. Kalimat pilihannya: “Kalau mau nonton ya mandi dan makan dulu, kalau tidak mau mandi dan makan ya tidak apa-apa juga tapi kamu tidak boleh nonton”
2. Boleh nonton asal les renang
3. Boleh nonton tapi dikasih alarm 2 jam, pasang alarm di depan dia.

Jadi semua “ancaman” dihubungkan dengan sesuatu yang dia suka.

Kalau ngeyel? YA EYELIN JUGA. Kuat-kuatan aja sih. Anak harus tau, meski ia diberi pilihan, orang dewasa punya kendali atas peraturan.


Misal dia nggak mau mandi, ngotot banget nggak mau mandi. Terus dia pengen main sepeda ke luar, ya udah dilarang tegas aja. “kamu boleh main sepeda keluar SETELAH mandi. Kalau tidak mau mandi, diam di rumah.”

Ada kemungkinan dia nggak jadi main sepeda banget kan karena segitu malesnya mandi. Ya udah diemin aja. Berikutnya coba suruh mandi dengan alasan main air dulu atau disuruh bawa mainan apa untuk dibawa mandi. Plus pake akting “wah seru banget deh kayanya mandi bawa mobil-mobilan yang ini” dll.

Kalau masih ngeyel juga, andalan saya sih satu, “boleh tidak mandi tapi tidur sendiri ya, ibu tidak mau tidur sama anak yang belum mandi”. Abis itu udah pasti mau mandi.

Kalau ngeyelnya lama banget sampai kemaleman, pas mau tidur saya nggak mau bacain buku atau cerita dulu. Sebagai konsekuensi dia kelamaan disuruh mandi. Nah sebel kan tuh dia karena rutinitas sebelum tidur adalah baca buku dan cerita.

Nextnya dia nggak mau mandi, bisa dibilang “kalau tidak mandi sekarang, terlalu malam kamu tidur, kita tidak baca buku dan tidak cerita”.

Begitu pula dengan makan. Kalau makan bisa dikasih pilihan dengan masak sendiri. Telor dadar aja sih andalan, jadi dari pecahin telor, aduk, ngasih garem, sampai berdiri di depan kompor. Biasanya langsung mau.

Jadi memberi pilihan bukan berarti anak jadi memutuskan SEMUAnya sendiri. Bukan berarti dibiarkan, anak tetep harus belajar disiplin kan. Disiplin melakukan rutinitas seperti makan, mandi, atau tidur.

KALAU MAU LHO. Maksudnya kalau orangtuanya memang mau seniat itu disiplin ya.

Karena kenyataannya saya sih nggak ambil pusing soal mandi pagi atau makan HAHAHA. Saya cuma saklek sama 3 hal yang menurut saya prioritas:

1. Mandi sebelum tidur. karena kalau nggak mandi tidurnya nggak nyenyak.
2. Gosok gigi sebelum tidur. Kalau abis gosok gigi makan lagi, HARUS gosok gigi lagi.
3. Jam tidur karena itu ngaruh ke mood dia di sekolah besok paginya.

Pagi saya udah nggak ambil pusing, mau mandi ayo, nggak mandi ya udah seka waslap aja. Ganti seragam terus sekolah. Pusing tiap pagi harus drama mandi dulu. Sudahlah toh sebelum tidur mandi, tidur full AC, nggak bau kok.

Malem pulang sekolah mau makan boleh, nggak mau ya udah. Yang jelas lewat jam 10 mau laper-laper minta makan juga nggak bakal saya kasih.

Kalau weekend, pagi-siang nggak mandi terserah asal sebelum tidur mandi. Makan juga ditawarin aja, kalau nggak mau tawarin yang lain, oatmeal, buah, roti, apapun yang penting ada yang masuk. So far kalau nggak mau sama sekali itu emang belum laper atau belum pup sih.

Nah kalau anak sehari-hari sama ibunya di rumah saya nyerah banget nggak bisa ngasih saran gimana biar anak mau makan. Soalnya ya nggak ngalamin kan. Paling kalau pas lagi liburan di Bandung biasanya Bebe disuapin ibu saya dan saya tidak muncul sih. Begitu saya muncul, suka jadi males makan dia. Aneh memang.

Gitu aja sih. Ada yang kurang nggak ya? Atau ada yang mau menambahkah?

-ast-

Menormalkan Disabilitas

$
0
0



Siang tadi, Gesi nanya “kalian rencananya mau ngajarin gimana ke anak-anak kalian untuk masalah nanya-nanya kondisi orang lain yang berhubungan dengan kecacatan?”

Baca cerita Gesi di sini:


Saya bilang saya sudah ajari Bebe tapi bukan mengajari apa itu kecacatan. Saya justru menormalkan disabilitas, mengajarkan Bebe bahwa disabilitas itu hal yang normal. Karena saya ingin Bebe menganggap orang-orang disable itu juga manusia dan tidak perlu dipandang dengan heran atau dikasihani.

Caranya gimana?

Awalnya dari Bebe umur 2 tahun dan suka nonton film ‘Babies’. Pernah saya ceritakan di sini (klik loh!) gimana dia kaget ngeliat anak Afrika dan bilang “monyet” HUHU KASIAN IH BEBE MAH.

Berikutnya ada juga anak temen JG yang nangis kejer saat liat orang kulit hitam. Takut dia. Nah jadinya urgent banget sih menurut saya untuk ngajarin perbedaan manusia pada anak. Perbedaan ini bukan cuma warna kulit atau rambut tapi mencakup juga disabilitas.

Manusia berbeda dan itu tidak apa-apa. Ini jimat membesarkan anak dari dunia yang mengagungkan homogenitas. *sigh

Perbedaan Ras

Pertama saya pakai buku. Kebetulan punya buku ini di rumah, judulnya Ensiklopedia Junior Tubuh Manusia. Ini foto nyomot di Google, credit to respected owner yang namanya muncul di image ya lol.


Buku ini lengkap banget. Menjelaskan tubuh manusia runtut banget dari lahir sampai kakek nenek. Tapi kalau kalian tipe yang freaking out anak liat orang telanjang sih nggak cocok ya. Gambar-gambarnya anatomi banget soalnya perbedaan laki-laki dan perempuan ya kejembreng gambar ilustrasi manusia nggak pake baju.

Ada tentang warna kulit juga jadi berjajar orang dengan berbagai warna kulit, rambut, bentuk mata, dll. Pengen saya foto sih tapi nanti ya di rumah. Nulis ini dadakan banget soalnya hahaha.

Dari situ saya bilang kalau manusia tidak semuanya seperti kita. Ada yang rambutnya keriting, ada yang rambutnya kuning, ada yang kulitnya sangat hitam dan itu sama aja sih. Tidak ada yang lebih bagus atau lebih jelek.

Manusia berbeda dan itu tidak apa-apa.

Orang Disable

Setelah dia khatam soal perbedaan ras, saya baru masuk ke orang disable. Dulu saya langsung kasih contoh "ekstrem" aja, pas banget waktu itu AJ+ bikin profil Achmad Zulkarnain. Fotografer profesional tanpa tangan dan kaki dan hobi naik gunung!


Sebelum nonton, sounding dulu ya! Kalimat semacam “Kamu tau nggak sih ada orang yang nggak punya tangan dan kaki? Ya mereka orang juga sih, bisa jalan juga, bisa naik motor juga. Cuma nggak ada tangan dan kakinya."

PERTANYAAN BERIKUTNYA PASTI: “KENAPA?”

Aku jawab “Dari lahir memang begitu. Ada bayi yang lahir tangannya dua kakinya dua, ada juga bayi yang lahir tangan dan kakinya nggak ada. Ada juga yang kecelakaan jadi tangan dan kakinya dipotong dokter karena rusak”

Terus tiap adegan kita embrace gitu semacam "tuh dia nggak punya jari dan tetep bisa aja kan pencet kamera, sama aja sih kaya kita yang punya jari ya!"

Bebe iya iya aja. Anak tuh sepolos itu loh. Bebe bahkan nggak merasa aneh atau takut ngeliat orang yang nggak ada tangan atau kakinya. Karena ya dari awal saya bilang mereka juga manusia sih. Nggak pake embel-embel “kasian ya”.

Embel-embel “kasian ya” ini bakal bikin panjang urusan soalnya. Karena kenapa harus dikasihani? Katanya memang manusia beda-beda kok kasihan segala? Konsep "kasihan" nggak cocok sama value menormalkan disabilitas yang jadi tujuan saya.

Susah? Banget! Ini kan hal-hal yang nggak diajarin orangtua saya dulu. Jadi ya saya harus dengan otak 100% alert ngajarin hal-hal kaya gini biar nggak salah jelasin atau salah jawab. Nggak bisa jawab sambil disambi, harus dipikirin setiap katanya.

Apa nggak takut jadi kurang empati? NGGAK. Karena kasihan itu memang harus pilih-pilih kan, nggak karena dia disable terus otomatis harus dikasihani. Ya kalau anggota tubuh lengkap tapi udah tua renta masih jualan karena memang miskin baru dikasihani. Lha Achmad Zulkarnain ini dia hepi-hepi aja hidupnya, kenapa harus kasihan kan.

Orang disable tak terlihat

Maksudnya yang anggota tubuhnya lengkap tapi ternyata misal tuli gitu. Nggak keliatan kan jadinya bedanya di mana. Ini jelasinnya paling susah jadi saya jelasin terakhir banget.

Baru masuk ke sini setelah dia lancar kedua perbedaan sebelumnya. Iya, ini saya ulang-ulang lho. Nonton video AJ+ itu aja berkali-kali karena Bebe berkali-kali minta. Mungkin dia mikir terus ada yang lupa atau masih kepikiran. Ya saya kasih liat lagi, dengan penjelasan yang sama.

Untuk orang disable tak terlihat ini contoh paling gampangnya Ubii. Gimana menjelaskan Ubii pada Bebe?

“Kakak Ubii sudah besar, sebesar abang A (temen sekolah). Tapi kakak Ubii belum bisa jalan karena waktu kecil dia sakit. Jadi ya jalannya dibantu kursi roda.”

Udah segitu dulu nih. Bebe cernanya lamaaaaa. Karena ya emang bingungin sih. Sampai pas ketemu Ubii irl dia baru ngerti. Oh gini ya maksudnya sudah besar tapi belum bisa jalan.

Dia sering juga tanya berulang-ulang, saya yakinnya karena dia belum paham banget. Dia tanya macam “Kakak Ubii sudah 5 tahun ya? Belum bisa jalan ya? Tapi tidak apa-apa ya?”

Iyaaa. Bingungin buat Bebe karena dia sadar banget umur dia dari 3 tahun, terus ke 4 tahun, dan dia merasa sudah besar serta bisa melakukan segalanya. Kok kakak Ubii (sekarang udah 6 tahun) belum bisa?

Baru ngeh bangetnya gara-gara apa coba?

 Gara-gara saya liatin video Rumah Ramah Rubella yang paling baru! Ini bukan promo ya, kebetulan Gesi share terus saya nonton dan Bebe ada di sebelah saya. Pas Umar muncul, Bebe tanya “itu siapa?”. Saya jawab “Ibunya anak itu temennya Tante Gesi”.

Dia oohhh doang tapi dia NYIMAK semua penjelasan di video itu. Gimana rubella menyerang ibu hamil blablabla.


Tau dari mana dia nyimak? Karena dia ingat dan bisa ulang. Suka tiba-tiba nanya:

“Ibu, ada anak tante Gesi yang tidak bisa dengar ya?”

“Ibu, dia tidak bisa dengar karena waktu hamil ibunya merah-merah ya?”

YASSS!

Dan kalau lagi gini saya biasanya tes sih. “Iya dia yang tidak bisa dengar itu, tapi dia tetap apa hayo?”


Udah lancar banget: “Manusia, manusia beda dan tidak apa-apa”

Lancar banget setelah 2 tahun lebih. Sesusah itu ngajarinnya ya. Fyuh. Susah kan punya anak itu? Siapa bilang gampang sih. Ya gampang kalau mau dibiarin aja belajar hal ginian sendiri sih. Saya sih nggak mau ya. Orangtua bertanggung jawab atas persepsi anak pada dunia. Dan kita yang pertama kali mempersepsikan dunia pada mereka.

Yuk ajari anak soal disabilitas yuk! Pelan-pelan dan yang terpenting adalah, KASIH LIHAT. Beritahu mereka bahwa tidak semua orang sama. Dengan mengajari mereka, kita juga bantu ibu-ibu dengan anak disable. Mereka jadi nggak perlu menjelaskan anaknya kenapa kan. Anak kita, ya kita yang jelaskan dong.

Nah, mumpung ada Asian Para Games nih sebulan lagi. Momen banget ngajarin anak soal disabilitas. Semoga kebagian tiketnya ya! Pengen nonton banget dan ajak Bebe biar keliatan realnya gimana sih. Can't wait!

-ast-



Menolak Stereotyping

$
0
0
Note: Seperti postingan lalu dan terdahulu, saya tidak akan bicara dari sisi agama. Yang tetap mau bahas dari sisi agama silakan lho, tapi bahaslah di blog kalian sendiri ya. Saya tidak akan diskusi atau membalas komentar yang tidak setuju dengan dasar agama.



Ada nggak kalian yang seumur hidupnya terjebak stereotype sampai stres berat? Saya kenal dua orang yang sangat dekat dengan hidup saya.

Pertama, JG. Saat ketemu dan pacaran sama saya, JG dalam kondisi terjebak stereotype berat. Berat karena mengakibatkan nangis berbulan-bulan karena selalu punya perasaan akan gagal sebagai laki-laki.

Dia terjebak pada stereotype:

- Laki-laki itu harus bertanggungjawab pada keluarga (padahal ya keluarga tanggung jawab suami dan istri lah)
- Laki-laki harus bisa mencari uang untuk bertahan hidup anak dan istri (ya manusia harus punya cara untuk bertahan hidup sih, bukan cuma laki-laki)
- Laki-laki harus kuat dan tidak boleh menangis (BOLEHHHH LAHHH SIAPA BILANG NGGAK BOLEH)

Kedua, Nahla. Sampai sekarang Nahla masih terjebak perempuan harus anggun. Makanya dia princess banget, ketawa aja nutup mulut, ngomong pelan, jalan pelan. Bertolak belakang banget sama Gesi hahaha. Dia terjebak dalam perempuan harus diam di rumah, perempuan tidak boleh pulang malam, perempuan harus ini dan itu yang sebetulnya nggak HARUS juga sih.

(Btw ini harusnya #SassyThursday, Nahla tadinya cerita lebih detail di postingannya sendiri tapi terus draftnya ilang kasiaaaannn. T_____T)

Stereotype ini memang dibentuk oleh banyak hal. Lingkungan kita dibesarkan, budaya, pengalaman, dan banyak lagi. Keberadaannya juga kadang memang tidak disadari.

Karena nggak disadari, ada stereotypes yang rasanya “biasa aja”. Yang jadi topik omongan sehari-hari.

Contoh:
“duh anak kecil tau apa sih” - tau banyak lho mereka
“dokter mah udah pasti kaya” - ya dokter apa dan di mana dulu

Ada juga stereotypes yang NGGAK disadari. Kadang kita nggak sadar kita punya stereotype itu sampai ketemu di momennya sendiri. CMIIW YAAA.

Contoh:
“Aduh ada orang kulit item, jahat nggak ya dia, jangan-jangan dagang narkoba” - YA BELUM TENTULAHHH.
“Tanya agama sama dia aja deh dia kan pake jilbab” - hey, siapa tahu dia pakai jilbab karena males bad hair day dan bukan karena alasan agama?

Kenapa stereotype bisa muncul? Banyak, karena konsep “fitrah”, karena pengalaman, karena berita, karena trauma, banyak banget sih faktornya. Yang jelas, yang namanya stereotype itu BELUM TENTU BENAR. Belum tentu salah tapi belum tentu akurat.

Jadi apa nggak boleh stereotyping orang?
For me, it’s not a good thing. That’s why people say “Oh I’m sorry for stereotyping”

BECAUSE STEREOTYPING KILLS.
(wow ngomongnya serem)

Berapa banyak black people di Amerika yang ditembak sama polisi karena “dicurigai” melakukan kejahatan padahal sebenernya nggak? Malah ada yang ditembak di halaman belakang rumah neneknya sendiri karena diduga pegang senjata, pas diperiksa ternyata yang dia pegang cuma HP. Kalau orang kulit putih nggak bakal lah ditembak di tempat gitu.

Itu karena stereotype “orang kulit hitam = lebih mungkin melakukan tindak kejahatan”. Dan dari data Washington Post (cari sendiri) berdasarkan statistik dari tahun ke tahun dan dari jumlah populasi, orang kulit hitam juga lebih mungkin ditembak di tempat dibanding orang kulit putih. Hence the hashtag #BlackLivesMatter

Oke Amerika kejauhan.

Berapa banyak perempuan etnis Tionghoa di Indonesia diperkosa entah dengan alasan apa selain ras saat 1998? BANYAK.

Karena apa coba? Karena stereotype mereka kaya dan menjajah perekonomian Indonesia padahal mereka bukan pribumi. Jadi ketika ada kemarahan pada sesuatu dan butuh pelampiasan, mereka melampiaskan pada kambing hitam yang padahal belum tentu bersalah.

Padahal stereotype Tionghoa ini dibangun SENGAJA oleh penguasa sejak zaman Belanda dan kekuasaan Sultan Jawa. Baca lengkapnya di artikel Tirto ini ya.

"ADUH CONTOHNYA KENAPA BERAT BANGET, KAK"

Oke kita buat lebih ringan.

“Bawel banget ih kaya cewek aja” - cerewet atau tidak, bergantung pada kesukaan kita berbicara *melirik JG*

“Perempuan suka ngatur” - IYA SUKA BANGET LHO SAMPAI BOS-BOS DI KANTOR ITU KEBANYAKAN PEREMPUAN.

“Perempuan yang bajunya kebuka itu pelacur” - ini stereotype yang setara dengan cadar itu teroris lho!

“Laki-laki itu kuat” - manusia harus kuat, bos

“Laki-laki kok mau-maunya ngurus rumah tangga sih” - lho iya dong asal yang diurus rumah tangganya sendiri dan bukan rumah tangga orang lain kan

(SUDAH DIBAHAS DALAM POSTINGAN INI: Laki-laki Itu Manusia. Postingan itu juga sebetulnya bahas stereotyping tapi nggak saya jembreng aja)

Gimana kalau stereotype-nya baik? They say even good stereotype is bad. Karena jadinya ada standar tertentu dan manusia tidak perlu standar yang sama untuk hampir semua hal.

"Tapi kalau stereotype baik yang dibunuh apa, kak? Kan nggak menghilangkan nyawa?"

Yang dibunuh adalah kepercayaan diri, penghargaan pada kerja keras, dan perasaan gagal.

Contoh stereotype:

“Orang Chinese jago dagang”

Kalau nggak sukses dagang: “Lo Cina kok nggak bisa dagang sih?” — lho ya apakah harus? Apakah kalau Cina tidak dagang maka dia gagal?

Kalau ada yang sukses dagang: “Ya wajarlah jago dagang, dia kan Cina!”pendapat ini jelas mengecilkan orang lain. Lha emang sukses ditentukan sama ras? Kok kerja kerasnya nggak dihargai?

Stereotype bisa bikin orang kecewa juga sama diri sendiri.

“Kamu kan cewek Bandung kok nggak cantik sih? Katanya cewek Bandung cantik-cantik” — HUHUHUHU *merasa gagal*

“Kamu kan tinggi kok nggak jago basket sih?” — HUHUHUHU *merasa tidak berguna*

“Kamu kan bule kok kamu kere?” — HUHUHUHU *BINGUNG*

Kalau orangnya berani beropini ya gampang tinggal dibales aja lebih judes, selesai perkara. Atau ya udah sih cuekin aja kok gitu aja baper. Ya bisa aja. Tapi risky kan, kita nggak tahu persis efek apa yang akan dialami orang dari stereotype yang kita omongin di depan muka dia.

Apalagi kalau orangnya fragile dan banyak masalah, kata-kata stereotype itu bisa bikin stres banget dan ya, lead to depression.

Stereotype juga bisa jadi mengejutkan

Misal “lulusan universitas A udah pasti pinter”

Pas nemu yang nggak pinter langsung shock parah “kok kamu lulusan uni A tapi otaknya kurang sih?”

Stereotype bisa jadi pembenaran yang tidak perlu

"Yah namanya juga cewek, wajarlah boros karena suka belanja"

"Namanya juga cewek, wajar dong kalau cemburuan"

"Namanya juga cewek, nggak apa-apa dong nggak bisa ambil keputusan"

Pembenaran banget ya.

*

Susah ya? SUSAAAHHH. Saya juga nggak bisa 100% kok dan itu wajar banget. Tapi sebisa mungkin kurang-kurangin lah. Minimal di socmed dan di ruang publik aja dulu.

Karena stereotype-nya sendiri bisa jadi seperti benar karena didukung oleh data. Contohnya: laki-laki itu kasar karena menurut data, KDRT memang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki.

Tapi bagaimana jika mindset-nya dibalik? Bagaimana kalau laki-laki kasar karena mereka merasa berhak kasar sebagai laki-laki. Mereka jadi terjebak stereotype laki-laki itu kasar dan tidak perlu lembut, karena lembut itu perempuan.

Karena kenyataannya laki-laki yang tidak kasar juga banyak, cuma nggak dilaporkan aja kan? Kalau didata, banyakan laki-laki tidak kasar kan dibanding laki-laki kasar?

PUSING PUSING DEH LO SEMUA.

Jadi yuk, pelan-pelan coba berhenti menerapkan standar yang sama pada manusia. Manusia nggak harus hidup dengan standar yang sama kok. Manusia tidak perlu menjadi ini dan itu hanya karena lingkungan mengharuskannya. Manusia boleh menjadi apapun yang ia inginkan.

Dan kamu, kamu, serta kamu *tunjuk satu-satu* berhenti berasumsi kalau semua orang JUGA menerapkan standar yang sama dengan diri kalian sendiri. Ok!

-ast-

PS: Nextnya pengen naik kelas dari stereotype jadi generalisasi simpulan. Model “jika A maka B”. Kesel banget juga sama generalisasi semacam ini. Tapi next time ya!

Bebe Belajar Baca (2)

$
0
0
Part 1 nya nggak dikasih judul sama sih cuma itu memang pertama kalinya bahas soal belajar calistung. Jadi boleh dibaca dulu: Gimana Ngajarin Calistung?  INI HARUS DITULIS SEBAGAI ARCHIVE MASA DEPAN BETAPA SULITNYA NGAJARIN BACA HAHAHAHA

November 2017, masih suka-suka bahkan belum mau duduk di meja. Belum bisa baca sama sekali cuma suka tracing doang.

Kalau kalian scroll komen di postingan itu, ada komentar Isti temen saya soal suku kata. Intinya kalau bahasa Inggris belajar baca lewat tiga kata: cat, tin, box, dll. Kalau bahasa Indonesia langsung dua suku kata dengan konsonan di depan: meja, sapu, sapi, dll.

NAH ITU DIA.

Saya baru tahu pas bagi rapot kemarin itu HAHAHAHAHAHA. Sempet cerita soal bagi rapotnya di postingan ini sih. Waktu bagi rapot itu selain bahas soal perkembangan, saya nanya banyak banget dan missnya ajarin banyak banget.

Salah satunya saya nanya soal jelasin dunia dan negara (ini penjelasannya panjang), plus soal baca tulis juga. Baru di situ missnya jelasin soal bahasa Indonesia dan belajar dari dua suku kata (BUKAN TIGA seperti di postingan sebelumnya). Saya iya iya aja karena kondisinya saya nggak sengotot itu ngajarin Bebe baca. Jadi Bebe belajar ya di sekolah aja.


Di rumah sama sekali nggak ngotot. Ngotot aja nggak apalagi maksa. Jadi kalau dia nggak mau ya udah. Saya semua hal gitu kayanya hahahaha Berhenti nenen, toilet training, kalau nggak mau ya udah daripada capek lah pusing lol.

Yang saya lakukan adalah, baca yang bisa dibaca. Kalau lagi makan dan di meja makan ada botol madu misalnya, saya cuma tunjukkin hurufnya dan saya eja sendiri. Kalau baca buku juga sama, semua judul saya bacakan pelan dan sambil ditunjuk. Jadi keliatan saya lagi baca yang mana dan hurufnya apa aja.

Selain itu, hampir setiap hari sebelum tidur, dalam kondisi kamar udah gelap, udah selimutan, udah selesai pillow talk dan cerita, saya minta Bebe pilih satu huruf. Misal dia pilih A. Saya eja aja satu-satu: B A? C A? D A? F A? terus sampai Z.

Kalau dia pilih huruf konsonan, misal B, maka BA BI BU BE BO dan AB IB UB EB OB aja. Awalnya phonics nih. Tapi 2 bulan belakangan dia udah bisa jawab kalau saya ngeja pake huruf biasa.

Udah bisa juga ngeja 3 huruf dan kadang 4 huruf kalau lagi bisa.

NGEJA BISA. BACA URUSAN LAIN LAGI.

Iya jadi meski dia ditanya “B A?” Bisa jawab “BA” ketika ditunjukkin kata “BA” gitu dia nggak bisa bacanya HAHAHAHAHA. Emang bener deh kayanya kata orang, anak tuh belajar baca kaya nggak bisaaaaa terus. Tapi begitu memang udah waktunya “tring!” langsung bisa aja.

Bebe belum ada momen “tring!” nya.

Cuma ya udalah ya baru juga 4 tahun 3 bulan. Meskipun dulu ibunya di umur segini UDAH BISA BACA DAN UDAH TK LOL.

Nah, tapi Jumat minggu lalu nih. Sebuah sejarah tercatat di tanggal 14 September 2018. Lagi di mobil pulang dari daycare, Bebe liat logo A&W dan bilang ke JG “appa, A dan W itu bacanya AW ya?”

NANGIS GAESSSSS. HUAAA BEBE BISA BACA HUAAAAA.

via GIPHY

Kemudian di rumah kami tunjukkan A dan Y dan dia tidak bisa bacanya. -________-

Ternyata baca AW itu kebetulan belaka. Ya bisa karena kebetulan tiba-tiba tau aja. Tiba-tiba kepikiran aja. Sebenernya belum ngeh banget, belum tau banget caranya gitu.

GMZ.

TAPI YA UDAH. YA UDAH AKU SABAR.

Anaknya semangat sih belajar nulis. Nulis kata-kata yang dia hafal doang tapi lol. Xylo, Nini, Appa, Ibu gitu dia udah bisa baca dan tulis KARENA HAFAL HURUFNYA. Bukan karena bisa baca.

Dia juga seneng urek-urekan gitu kecil-kecil terus bilang “ibu, ini tulisan” NAON PADAHAL CUMA CORET-CORET HAHAHA.

Mayan ugha ya calistung ini menantang sekali. Baru baca tulis doang, ngitung sih mikirinnya udah stres hahahaha. Tapi semua pasti berlalu yaaaa. Pasti bisa asal belajar yaaaa!

Aamiin!

PS: BEBE UDAH BISA NGOMONG HURUF R! Dipikir dia akan cadel karena ada anak temen kantor yang seumuran, R nya udah lancar banget dari umur 3 tahun hahahaha. Sabtu minggu lalu tiba-tiba R nya jelas banget wooohhh ibu langsung heboh record berbagai kata. Kaya “XYLO KERRRRRRRRREN!” gitu norak bodo amat hahahaha. Soalnya ayah dan adik saya R nya nggak terlalu jelas gitu meski nggak cadel banget jadi ya, Xylo 1: Aki 0.

-ast-

Life Updates

$
0
0


Semakin sini semakin jarang posting blog ya hahaha. Sibuk? Nggak juga. Memang nggak meluangkan waktu aja. Dulu saya bisa nulis blog di jalan, ngetik di HP, karena memang terlalu banyak yang ada di kepala dan harus ditulis biar nggak stres.

Sekarang saya nggak ngoyo. Nggak ditarget lagi nulis blog jadi bisa nonton lebih banyak film, bisa baca buku lagi, dan yang terpenting bisa belajar gambar.

Waktu saya banyak sebenernya kalau weekend, tapi dua hari itu bisa full banget belajar gambar hahahah. Saya masih ngawang soal gambar ini, belum nemu style yang pas, masih merasa kurang dan insecure banget.

Tapi orang tuh nggak percaya kalau saya gampang ngerasa inferior. Hanya karena saya sangat sangat percaya diri dan tampak yakin atas segala hal, bukan berarti saya percaya diri dalam semua lini kehidupan. Saya sampai browsing dan ini namanya inferiority complex.

Kalau lagi ngerasa inferior (sekarang inferiornya sama hasil karya orang-orang) saya bisa mual banget dan langsung literally pengen muntah. Hoek gitu loh yang perutnya siap muntah. Saya self-diagnosed ini sebagai inferiority attack. Ya kaya orang-orang yang panic attack gitu cuma ini munculnya ketika rasa percaya diri jatuh bebas sampai pengen muntah. Kalau sampai saya muntah beneran, saya bertekad harus ke psikiater sih. Karena yakin ada yang salah.

UNTUNGNYA di sisi hidup yang lain lagi nggak ada masalah apa-apa. Kalau lagi ada masalah juga ya bisa anxiety terus-terusan kaya tahun lalu yang sampai harus delete Instagram itu.

Itu soal gambar.

via GIPHY

Soal hidup berkeluarga *halah* kami lagi pengen liburan HAHAHA. Pengen doang tapi tidak diwujudkan karena tidak mau keluar uang banyak.

Jadi kan sebenernya dana pendidikan Bebe udah terpenuhi sesuai target. Nah tapi namanya juga ortu ambisius, ketika target udah terpenuhi dalam setengah jalan malah mikir. “Lho kalau gini tandanya kita bisa dong ya bayar sekolah yang lebih mahal? Kan masih ada waktu untuk nabungnya?”

KEMUDIAN NABUNG LAGI.

Jadi tidak bisa liburan lagi. Mikirnya kalau punya alokasi dana pendidikan 2 kali lipat, milih sekolah akan lebih bebas lagi. Ya meski kami udah punya sekolah pilihan sih. Sekolah pilihan ini uang pangkalnya 1,5 kali lipat dari target dana SD Bebe. Jadi ya udah. Nabung lagi.

Saya sama JG kayanya gila deh nih lama-lama urusan sekolah. Sampai kalau mengkhayal pun semua mengkhayalnya soal sekolah Bebe.

Saya: “Eh kalau ada yang ngasih kita uang 500juta, kita beliin rumah nggak sih?”

JG: “Nggak ah mending buat Bebe sekolah”

Saya: “Kalau dikasihnya 2 miliar?”

JG: “Beli mobil ajalah yang 200jutaan, sisanya buat Bebe sekolah”


BENAR-BENAR TIDAK PEDULI PADA PROPERTI HAHAHAHA. Atau kaya semalem.

Saya: “Eh bisa deh kayanya kita kalau ke Bali doang”

JG: “Wah, aku tanya bos aku deh bisa cuti atau nggak”

Saya: “…”

JG: “…”

Saya: “…”

JG: “Sayang sih ya tapi, simpen aja deh”

Saya: “Iya deh sayang, nggak usah deh”

HAHAHAHA.

SUNGGUH TEROBSESI.

(Pernah dibahas di postingan ini kenapa kami bisa menahan diri tidak liburan: Uang, Kontrol Diri, dan Instagram)

Apa kami jadi hidup sangat irit?



ITULAH NGGAK SAMA SEKALI.

Jadi kami YOLO banget nih, kalau mau beli sepatu ya beli. Kalau mau beli baju ya beli. Kalau mau makan enak ya makan. Uang-uang ini padahal bisa banget ditabung untuk dana liburan kan.

Tapi TAKUTNYA saat dananya terkumpul eh loh malah nggak mood liburan dan masuk ke tabungan sekolah juga? Sebel dong. Udah susah-susah hidup susah tapi kok ya ujungnya buat Bebe juga LOL. Semacam nggak rela. Jadi ya kami senang-senang lah di Jakarta asal uang sekolah Bebe aman.

Ribet eym.

via GIPHY

Soal kehidupan sebagai orangtua. SAYA AKHIRNYA BISA DECLARE SAYA SENANG PUNYA ANAK HAHAHAHAHAHA. Sebelumnya ya gitu aja lempeng sih. Yang follow di IG pasti udah ngeh kan soal stories baby blues. Ada di highlight saya deh cek aja.

Ya Bebe udah gampang banget segalanya. Udah mandiri, saya akhirnya punya hidup saya lagi. Pantes bisa nonton film, baca buku, dan gambar ya. Dulu hiburan satu-satunya ya nulis blog sambil nenenin. I have my life back now.

Kebayang yang kemudian hamil lagi kemudian hamil lagi anak ketiga. Kalau punya anak setiap 3 tahun dan anak mandiri di umur 4 maka butuh 10 tahun untuk bisa kembali punya kehidupan sebagai individu dan bukan lagi hanya sebagai ibu. Wow sungguh memang aku kurang keibuan.



Udah sih gitu aja.

-ast-

WHEN IT'S ONLY JG & AST #158 - #162

$
0
0

HOLA! Saya lagi banyak yang dipikirin dan ya ada beberapa yang pengen ditulis tapi nulis ini dulu deh.

Karena udah banyak banget yang nagih ya ampun sampai stres tiap JG abis ngomong apa langsung seketika saya tulis biar punya bahan hahahaha. Tapi ternyata kalau under pressure itu jadi kurang lucu huhu. Nanti aku akan lebih berusaha lucu lagi ya. :((((

HERE WE GO!

#158 Cuci Piring

Malem-malem. Saya masak spaghetti doang tapi enak banget. (HAHA ENAK MENURUT JG DAN SAYA. SELF-PROCLAIMED BIAR)

Saya: “Aku mau loh masakin kamu tiap malem asal kamu yang beliin bahannya”

JG: “Masak nggak masalah sih, yang cuci piring siapa?”

Saya: “YA KAMU”

JG: “IH YA KAMU AJA SEKALIAN”

Saya: “IH YA UDAH AKU MENDING NGGAK JADI MASAK”

Gila bahas cuci piring doang ngegas kenapa sih.

via GIPHY

#159 Diet

Tau kan ya cewek-cewek yang pake jilbab itu sampai maju banget nutup setengah pipi biar nggak keliatan chubby?

JG: “Kenapa sih cewek-cewek pake jilbab suka sampai maju banget?”

Saya: “Itu biar keliatan kurus katanya”

JG: “Biar keliatan kurus itu bisa hanya dengan pake jilbab? Aku pikir harus diet”

(EH KOK PERCAKAPAN INI NGGAK LUCU YA PERASAAN PAS NGOBROLNYA AKU NGAKAK IH WHY)

via GIPHY

#160 Ugly hair

Saya abis potongin rambut JG, YA ASAL-ASALAN. Sebisanya lah kalau kata guru pas ulangan dadakan. Pas baru potong sih mayan rapi, panjangan dikit kok ya jadi berantakan banget. KPop nanggung gitu ponian tapi berantakan sumpah. Terus kemarin ke Kokas.

Saya: “Ew your hair is so ugly. Pake topi ah!”

JG: “IT IS UGLY. Ini emang sengaja gini sih, emang ugly gitu rambut aku”

KOK BANGGA SIH HERAN. T_______T

via GIPHY

#161 Ariel

You already know that I have a huge crush on Ariel. Aa kesayangan yang seneng banget aku nonton vlog dan IG storynya meski jarang upload.

Saya: “Kamu potong rambut kaya Ariel dong”

JG: “BEUNGEUT ETA BEUNGEUT. RAMBUT AKU SIH UDAH SAMA”

YAH. KOK KASIAN.

via GIPHY

#162 Rumah

Saya liputan 4 hari ke Bali. JG mellow banget karena nggak pernah berpisah selama itu *HALAH* Pas pulang …

JG: “Tuh liat, rumah nggak ada kamu tuh berantakan duh”

Saya: …

JG: ...

Saya: ….

JG: “Ada kamu juga emang berantakan sih ya”

Saya: …

JG: “Iya deh aku nanti malem beres-beres lagi. Perasaan aku beres-beres rumah terus tapi berantakan lagi”

JHAHAHAHAHAHA

BACA YANG LAIN YAAAA. MUNGKIN LEBIH LUCU LOL. BACA DI SINI. KLIK!

Sendirian Dalam Pikiran

$
0
0
Postingan ini dalam rangka melanjutkan series overthinking. Sebenernya blog ini penuh postingan overthinking karena ya emang anaknya kalau mikir suka sampai diresapi gitu sampai bingung sendiri HAHA. Tapi baru kepikiran ngasih label baru "overthinking" di blog akhir-akhir ini jadi ya udalah. Yang penting kan menatap masa depan ya bukan terpaku pada masa lalu. *naon


Semua gara-gara postingan pembahasan liburan. Karena setelah posting itu, saya dan JG jadi mikir "wah liburan ternyata bukan untuk kita ya, keluar uangnya banyak banget". Gitu.

Saya jadi sibuk sama pikiran-pikiran di otak yang bilang:

"Wah susah ya jadi aku, liburan aja mikir"
"Kalau jadi si A (seorang crazy rich asian) enak deh liburan nggak perlu mikir"
"Enak banget jadi si B ya bisa liburan terus-terusan padahal dia nggak kerja"

TERUS SAYA NGIKIK SEKETIKA. Beneran ketawa sendiri di ojek hahaha.

Karena ya saya mikir gitu kan di dalam pikiran saya SENDIRI kan. Keyword: sendiri. Orang lain nggak bisa denger pikiran itu. Orang lain nggak bisa tahu pikiran dan perasaan saya. Bahkan sekarang ketika saya ungkapin pake tulisan aja, pikiran saya saat itu tetep nggak bisa 100% tertuangkan dalam kata-kata.

Baru sadar banget dan meresapi kalau semua orang JUGA punya pemikiran dan perasaan yang SAMA SEKALI nggak bisa didengar orang lain. Dengan demikian, semua orang jadinya sama aja mau dia kaya atau miskin. Sama-sama sendirian dalam pikiran.

Jadi pikiran "enak ya jadi si A" itu nggak penting sama sekali. Karena ketika kita beneran jadi si A, kita nggak bisa lagi merasakan "enak" itu karena ya kita kan memang si A yang nggak pernah mikir "enak deh jadi aku bukan jadi dia". Orang yang bikin kita iri sama hidupnya itu juga nggak bisa dengerin pikiran kita yang bilang "hidupnya enak".

Pake contoh deh:

Misal. Saya beli rumah pake KPR di Bandung pinggiran. Saya membatin "coba saya jadi si A, saya bisa beli rumah cash, di Singapur pula"


KEMUDIAN ANGGAP SAYA ADALAH SI A. Apakah saya akan jadi mikir: "YEAY LEBIH ENAK JADI A KAN BENER, BELI RUMAH DI SINGAPUR AJA BISA CASH NGGAK PERLU KPR DI PINGGIRAN BANDUNG"


Nggak gitu kan? Ketika saya sebetulnya adalah si A, saya udah nggak bisa lagi mikir "lebih enak jadi saya dibanding dia" karena ya kita sendirian dalam pikiran, nggak punya pembanding lagi. Kita nggak bisa merasakan juga perasaan "lebih enak" itu.

Intinya "ingin jadi orang lain" itu sebuah pikiran yang sangat sia-sia. Karena ketika jadi orang lain pun kita TETEP NGGAK AKAN PERNAH BISA merasakan pikiran orang yang lebih atau kurang beruntung daripada kita.

Semua orang punya hal yang dipikirin dan nggak bisa diungkap saking susahnya mengungkapkan pikiran. Atau kalau mau generalisir, semua PASTI juga punya masalah yang lagi dia pikirin tanpa orang lain tahu persis masalah itu.

(WAH GILA INI NULISNYA KOK SUSAH YA SAMPAI NGULANG-NGULANG GINI. BENERAN SAYA NGGAK BISA JELASINNYA. SEMOGA OMONGAN SAYA MASUK AKAL. Kemarin saya jelasin ke JG dan dia ngerti sih tapi kalau nulis kok susah huhu)

via GIPHY

*


Ya saya yakin sih konsep “selalu sendirian dalam pikiran” ini pasti bukan hal baru. Terlalu banyak orang di dunia ini untuk menemukan sesuatu yang sama sekali baru.

Tapi buat saya. paham konsep ini sangat eye-opening. Sekarang saya senang bermain-main dengan pikiran dan setiap terbersit konsep ini, saya tersenyum sendiri.

Siapapun saya, seberuntung apapun hidup saya, pikiran akan selalu sendirian. Tidak ada yang pernah benar-benar bisa menemani, memahami, atau menjelaskan apa yang ada di pikiran saya. Bahkan saya sendiri tidak akan pernah bisa memahaminya 100%.

Saya jadi sering mikir soal ini setelah pertama kalinya seumur hidup, dibius untuk ke dokter gigi (bisa dibaca liputannya di sini). Biusnya sedang, jadi otak saya jalan-jalan mikirin segala macem tapi saya nggak ngerasain badan saya.

Sebagai perbandingan, kalau bius (sedasi) lokal kaya cabut gigi itu biusnya ringan. Otak kalian sadar, kalian sadar kalian punya tangan dan kaki yang bisa digerakkan, cuma bagian tertentu nggak berasa kan meski digunting atau diapain pun. Kalau bius total, kalian nggak ngerasain SEMUANYA, nggak ngerasa punya tubuh, nggak ngerasa punya otak, nggak mikir apa-apa.

Nah kalau sedasi sedang itu, yang saya rasain adalah otak kita jalan, pikiran kita jalan, tapi nggak berasa punya anggota tubuh. Kebayang nggak? Kita sendirian (di dalam pikiran), bebas mau mikirin apa aja, tapi gelap karena nggak punya mata. Sibuk, sibuk berpikir tapi nggak bisa bergerak, bahkan nggak kepikiran untuk bergerak karena ya rasanya nggak punya badan itu sesuatu yang normal aja.

Beda sama mimpi. Kalau mimpi kan kita kaya kita dunia nyata aja karena kita tetap punya tubuh. Tapi ini nggak. Saat disedasi itu saya terjebak di pikiran saya sendiri, sendirian dengan sesuatu yang bentuknya tidak terdefinisikan. Atau saya terlalu malas untuk mendefinisikan saking abstraknya. And having a constant thought about something without feeling your body was truly hell. 


Saya memikirkan banyak hal sepanjang disedasi itu. Tentang hidup, tentang mati, tentang meninggalkan dan ditinggalkan, tentang sekolah Bebe, tentang JG, banyak sekali. Dan “uniknya” ya, setelah saya sadar, saya tahu persis yang saya pikirkan TAPI juga sadar kalau pemikiran saya ngablu. Ngaco gitu lho.

Mikir sih mikir tapi bukan mikir jernih. Lebih kaya gila. Saya sampai mikir waw ini lho hidup sebenarnya. Hidup yang kemarin-kemarin punya badan, punya suami, punya anak itu kayanya mimpi doang deh. Kalau kata orang, persis orang yang make magic mushroom dan dapet bad trip. Halusinasi tapi yang saya halusinasikan itu hal nyata (bukan horor atau zombie wtf) dan saya ingat sampai sekarang apa pikiran-pikiran saya saat itu.

Sekitar 2 jam disedasi dan sibuk dengan pikiran sendiri, malah bikin saya jadi semakin menghargai pemikiran saya sendiri. Bukannya malah jadi takut, sekarang saya menikmati setiap momen saya berpikir sendirian.

Karena ternyata badan membuat pikiran terdistraksi. Ketika kita fokus sama pikiran tanpa mikirin badan, rasanya damai sekali. I feel enough and content.

Soalnya saya nggak masuk banget malah di level muak saking diri sendiri aja sering nulis soal ini sama nasihat:

"Makanya banyak bersyukur"

"Jangan bandingin hidup sama hidup orang lain terus"

"Hidup tuh sekali-sekali jangan lihat ke atas terus"


via GIPHY

Enek lho disuruh bersyukur terus kaya kalian tau aja level bersyukur saya. Tapi begitu ngerti konsep manusia nggak bisa ngerasain pikiran orang lain baru saya merasa cukup. Dan nggak enek lagi.

KOK BISA YA. AUK AMAT BINGUNG.

Beruntung saya paham konsep ini sebelum ke Bali karena jadinya di sana saya bener-bener nggak peduli untuk foto demi Instagram. Saya perhatikan hal-hal kecil seperti berbagai bunga, noda di batu, bentuk tangga, berbagai ukiran, dan saya foto sekenanya saja. Nggak memperhatikan estetika, fotonya lurus apa nggak, apalagi pilih foto untuk diunggah. Saya memperhatikan hal-hal kecil dan memotretnya untuk mengingat apa saja hal kecil yang saya lihat waktu itu. Hal kecil yang bikin saya tergelitik.

Dan ini nggak perlu me time sampai jauh ke Bali segala. Di ojek atau di taksi online, jangan buka HP, liat ke jendela dan mulailah berpikir. Mulailah menikmati pemandangan sampai detail terkecil, jangan lupa selipkan pikiran kalau hanya kita yang bisa berpikir seperti ini. Tidak akan ada orang lain lagi yang bisa. Punya pikiran dan bisa sendirian itu sebuah privilege.

Tak perlu pikirkan orang lain sepatunya lebih mahal, tak perlu pikirkan orang lain liburannya sering amat, tak perlu pikirkan orang lain kok mobilnya bagus-bagus. Fokus pada hal-hal kecil yang kita lihat. Kegiatan ini lebih akrab disebut dengan ngelamun lol.

*panjang-panjang berusaha mendefinisikan tapi ujungnya cuma pengen nyuruh ngelamun*

Tapi saya nggak suka dibilang ngelamun karena istilahnya itu underrated seolah sebuah pekerjaan yang amat sangat nggak penting. Jadinya daripada unfaedah ngelamun, selama ini kita jadi menyibukkan diri Insta Story atau scroll timeline Twitter. Padahal hidup udah sedemikian sibuk, ternyata yang saya butuhkan sekarang hanyalah tidak melakukan apapun. Doing nothing and let my mind wander.

Ini kayanya level selanjutnya dari "not giving a f*ck" atau mari kita bilang sebagai "absolutely not giving a f*ck". Karena sesungguhnya saya ini orangnya udah cukup nggak pedulian. Nggak baper sama komentar orang, nggak peduli sama banyak hal, jarang banget sakit hati sama omongan orang. Tapi ya masih ada sisi "kok dia bisa gitu ya kok aku nggak bisa" PASTI ADALAH. Manusiawi kan.

*

Bagaimana soal bertukar pikiran?

Selama ini saya pikir saya sering bertukar pikiran. Saya bertukar pikiran dengan JG tentang banyak sekali hal, saya menuangkan pikiran lewat blog. Tapi setelah beberapa saat menikmati kesendirian dalam pikiran, saya jadi ngeh kalau selama ini yang kita lakukan adalah BERUSAHA menuangkan pikiran lewat kata-kata.

Kadang tersampaikan. Sering juga tidak. Seharusnya selalu jujur tapi kadang tak sengaja sulit terungkap semua. Yang jelas tidak sama persis. Hal-hal yang kita pikirkan belum tentu 100% tertuang dalam kata atau tulisan.

Pun ketika kita bilang “dia yang paling ngerti aku banget” atau “nyambung banget ngobrolnya sama dia” itu artinya dia yang paling ngerti hasil pikiran ini bekerja lewat kata.

AH UDALAH. MAKIN DITULIS MAKIN PUSING. LAGIAN KEPANJANGAN.

Antara pusing nulisnya dan mulai masuk pemikiran: apa gue gila ya? Hahahaha.

-ast-


Viewing all 727 articles
Browse latest View live